Bulan Kitab Suci Nasional 2020 - Gagasan Pendukung

Page 1

1


1) Sosok Perempuan: melambangkan Umat Israel, sebagaimana para nabi yang berkarya di masa pembuangan, seringkali menggunakan gambaran feminin untuk menyebut bangsa Israel, entah sebagai perempuan, mempelai, maupun pengantin. Sosok ini juga mengacu pada Gereja yang juga disebut sebagai Bunda Gereja dan mempelai Kristus. 2) Pohon Gandarusa dan Kecapi Tergantung: Dua simbol ini menggambarkan kesedihan dan krisis identitas bangsa Israel dalam masa pembuangan ke Babel, seperti diungkapkan dalam Mzm. 137:1-2: “Di tepi sungai-sungai Babel, di sanalah kita duduk sambil menangis, apabila kita mengingat Sion. Pada pohon-pohon Gandarusa di tempat itu kita menggantungkan kecapi kita...� 3) Pohon Salib: Gambar Pohon gandarusa yang melingkar membentuk pohon Salib Kristus di ujung kiri melambangkan dua hal: Pertama, krisis para Murid karena mengalami peristiwa wafat Kristus, Guru-Nya di kayu Salib. Kedua, namun justru Salib itu pulalah yang kemudian menjadi kekuatan iman bagi para Rasul dan Gereja dalam menghadapi tantangan, penderitaan, dan krisis di setiap zaman. Tampak dalam gambar, perempuan itu bukan hanya sekedar meratap, tetapi juga mengulurkan tangan, memasrahkan dirinya pada misteri Salib Kristus. 4) Latar Belakang: terdiri dari beberapa gambar, yakni: a) Kubur Kosong melambangkan peristiwa di sekitar kebangkitan Kristus. Peristiwa Kebangkitan ini menjadi titik balik bagi Para Murid yang sebelumnya mengalami krisis menjadi diingatkan kembali bahwa penderitaan, wafat, dan kebangkitan Kristus adalah satu rangkaian karya penyelamatan Allah. b) Di belakang kubur kosong terdapat gambar danau Galilea: Menggambarkan peristiwa panggilan para murid, secara khusus Petrus ketika diutus menjadi penjala manusia. Di tepi Danau itu pula, sesudah kebangkitan-Nya, Yesus mengutus Petrus untuk menggembalakan domba-domba-Nya. Dari manusia lemah, para murid dimampukan oleh Allah untuk menjadi rasul. c) Pancaran sinar berjumlah tujuh, melambangkan 7 karunia Roh Kudus sekaligus peristiwa Pentakosta.

2


Bulan Kitab Suci Nasional

MEWARTAKAN KABAR BAIK DI TENGAH KRISIS IMAN DAN IDENTITAS “Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita” (1Yoh. 4:16).

LEMBAGA BIBLIKA INDONESIA 2020 3


2.1. Hancurnya Yerusalem..........................................................................................9 2.2. Krisis Kaum Buangan ......................................................................................... 11 2.3. YHWH, Allah Pencipta ......................................................................................13 2.4. Umat Pilihan Allah..............................................................................................15

3.1. Mengikuti Yesus Mesias .....................................................................................17 3.2. Kematian Sang Mesias....................................................................................... 19 3.3. Kebangkitan Yesus ..............................................................................................21 3.4. Yesus Kristus, Anak Manusia...........................................................................22

4.1. Krisis Iman Dan Identitas Di Antara Umat Katolik ........................................ 26 4.2. Belajar Dari Kaum Buangan ........................................................................... 29 4.3. Belajar Dari Pengalaman Para Rasul...............................................................31 4.4. Kabar Baik Di Tengah Krisis ............................................................................ 32

5.1. Allah Adalah Kasih (1Yoh. 4:7-21) .................................................................... 37 5.2. Yesus, Anak Manusia (Mat. 25:31-46) ........................................................... 42 5.3. Orang Berdosa Yang Dipercaya Oleh Tuhan (Luk. 5:1-11)........................ 48 5.4. Persekutuan Orang Beriman (Kis. 2:37-47).................................................. 53

4


Kata Pengantar Dalam Pertemuan Nasional Lembaga Biblika Indonesia pada tanggal 1822 Juli 2016 di Bogor, para pakar Kitab Suci dan para Delegatus Kitab Suci Keuskupan sepakat untuk mengangkat tema besar “Mewartakan Injil di tengah Arus Zaman� sebagai arahan untuk empat tahun ke depan. Tema itu kemudian dijabarkan dalam empat tema yang akan direnungkan dalam Bulan Kitab Suci Nasional selama empat tahun berikutnya. Adapun keempat tema itu adalah sebagai berikut: a. Mewartakan Kabar Gembira dalam Gaya Hidup Modern (2017) b. Mewartakan Kabar Gembira dalam Kemajemukan (2018) c. Mewartakan Kabar Gembira dalam Krisis Lingkungan Hidup (2019) d. Mewartakan Kabar Gembira dalam Krisis Iman dan Identitas (2020) Tema pertama sampai dengan ketiga sudah kita renungkan dalam bulan September 2017 - 2019. Dalam Bulan Kitab Suci Nasional 2020 ini kita akan merenungkan tema yang keempat, “Mewartakan Kabar Gembira dalam Krisis Iman dan Identitas.� Banyak orang Kristiani menghadapi krisis yang menyangkut iman mereka dan sekaligus identitas mereka. Bisa jadi kita bukan orang yang mengalami krisis, tetapi tetap perlu belajar untuk menolong saudarasaudara kita yang sedang menghadapi krisis. Kita akan belajar dari pengalaman orang Yahudi yang diangkut ke pembuangan di Babel dan para murid Yesus yang ditinggalkan oleh Yesus ketika Ia ditangkap dan disalibkan. Kedua komunitas yang mengalami krisis iman dan identitas ini berhasil melewati krisis yang mereka alami. Apa yang mereka lakukan ketika menghadapi krisis itu? Ternyata kedua kelompok itu melakukan hal yang sama, yaitu menegaskan kembali identitas mereka. Bagaimana mereka dapat memahami identitas mereka? Dari hubungan mereka dengan Allah. Orang-orang Yahudi melihat kembali siapa sesungguhnya Allah yang mereka percaya dan melihat siapa mereka di hadapan Allah. Para murid Yesus melihat kembali siapa sesungguhnya Yesus yang mereka ikuti dan melihat siapa mereka di hadapan Yesus. Hal yang sama akan kita lakukan dalam Bulan Kitab Suci Nasional ini. Kita diajak untuk melihat kembali kebenaran mengenai Allah dan siapa Umat Kristiani di hadapan Allah itu. Dalam empat pertemuan kita akan 5


mendalami adalah siapa Allah yang dipercaya oleh Umat Kristiani dan siapa sesungguhnya Umat Kristiani di hadapan Allah. Kebenaran mengenai Allah ini sesungguhnya adalah kabar gembira yang diajarkan oleh Yesus. Dari kebenaran mengenai Allah inilah Umat Kristiani memperoleh identitasnya. Kesadaran mengenai identitasnya ini akan mendatangkan sukacita bagi orang yang percaya dan menuntun cara hidupnya selama tinggal di dunia. Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah mempersiapkan bahan-bahan untuk mendalami tema ini. Gagasan Pendukung dipersiapkan oleh Bapak YM Seto Marsunu, sedangkan bahan Pendalaman Kitab Suci dan Liturgi dipersiapkan bersama oleh Komisi Kerasulan Kitab Suci Regio Nusa Tenggara. Bahan Pendalaman Kitab Suci disiapkan untuk orang dewasa dan kaum muda, remaja, dan anak-anak. Pada tahun ini untuk Kaum Muda tidak disiapkan bahan pendalaman tersendiri. Kaum muda dan orang dewasa menggunakan bahan pendalaman yang sama. Kami berharap bahan-bahan yang disediakan dapat membantu seluruh umat untuk mendengarkan Sabda Tuhan dan memahami kehendakNya. Dengan demikian, seluruh umat tetap menikmati kehidupan bersama dengan Allah dan menjalani kehidupan sesuai dengan kehendak-Nya.

Lembaga Biblika Indonesia

6


Identitas kita merupakan kesadaran akan siapa diri kita dan kesadaran ini akan mempengaruhi bagaimana kita menjalani kehidupan, bagaimana kita bertindak, bersikap, dan berbicara. Sejak dibaptis kita mendapatkan identitas sebagai pengikut Yesus dan anggota Gereja Katolik. Kita mengikuti Yesus dalam Gereja Katolik. Dalam perjalanan waktu kesadaran diri sebagai pengikut Yesus dan anggota Gereja Katolik ini mengalami perkembangan. Dalam Gereja Katolik Umat diajak untuk memahami dilatih untuk menjadi pengikut Yesus dan anggota Gereja Katolik dan bagaimana menjalani kehidupan (bersikap dan berperilaku) sesuai dengan jatidirinya. Anak-anak yang lahir dalam keluarga Katolik dibaptis ketika masih bayi. Orangtua memiliki tanggung jawab untuk mendidik anakanaknya secara Katolik. Oleh orangtuanya ia diperkenalkan pada Yesus: diajar untuk menyebut nama Yesus, membuat tanda salib dan berdoa, pergi ke gereja dan mengikuti Ekaristi, dan sebagainya. Anak-anak pun dilatih untuk mengasihi: menolong, memberi, dan sebagainya. Selanjutnya anak-anak mengikuti pelajaran untuk persiapan menerima Komuni Pertama. Mereka belajar untuk lebih memahami Iman Katolik dari para pendamping yang dipercaya oleh Gereja untuk mengajarkan iman kepada anak-anak. Mereka belajar mengenai Tuhan Yesus yang mereka ikuti dalam Gereja Katolik dan bagaimana Ia hadir dalam Perayaan Ekaristi. Kesadaran diri sebagai orang Katolik pun berkembang dan seiring dengan perkembangan ini perilaku anak pun berkembang. Ia menjadi lebih rajin berdoa secara pribadi, membaca Kitab Suci, mengikuti Perayaan Ekaristi (khususnya pada Hari Minggu), dan sebagainya. Pada tahap berikutnya orang Katolik akan diajak mempersiapkan diri untuk menerima Sakramen Penguatan. Sakramen ini menandai seorang Katolik sudah dewasa dalam iman dan siap menjadi saksi Kristus. Dalam persiapan ini mereka belajar lebih sungguh-sungguh tentang isi iman Katolik, yang berpusat pada kabar baik yang dibawa oleh Tuhan Yesus, dan bagaimana menjadi saksi Kristus di dunia. Mereka juga dibantu untuk lebih menyadari kehadiran Roh Kudus yang menyertai

7


setiap orang beriman sehingga dapat hidup menurut kehendak Allah, khususnya dalam memberi kesaksian itu. Tetapi dalam perjalanan hidup, tidak semua orang Katolik dapat melewati proses itu dengan mudah. Banyak yang harus menghadapi krisis identitas sebagai orang Katolik. Ada yang sudah dibaptis dan mengaku diri Katolik tetapi tidak memahami iman Katolik. Akibatnya, ada yang tidak mengetahui bagaimana hidup sebagai orang Katolik dan tidak berani mengaku sebagai orang Katolik di hadapan orang banyak. Ada yang tidak lagi percaya kepada Tuhan walaupun sudah menerima baptisan. Ada yang percaya akan adanya Tuhan tetapi tidak hidup menurut kepercayaan itu. Ada juga yang tidak peduli akan identitasnya sebagai orang Katolik lalu menjalani kehidupan semata-mata mengikuti kesenangan ragawi, dan sama sekali tidak berpikir tentang makna dan tujuan hidup. Ada juga yang meninggalkan Gereja Katolik karena tidak memahami keyakinan Katolik dan melihat tampaknya ajaran dari agama/Gereja lain lebih baik dan lebih masuk di akalnya. Apa yang harus dilakukan? Berhadapan dengan krisis identitas yang dialami oleh banyak orang Katolik, kita tidak memilih perikop atau ayat yang dapat digunakan sebagai senjata untuk mengatasinya. Tetapi, kita akan belajar dari dua komunitas tentang bagaimana menghadapi krisis identitas yang mereka alami sehingga mereka dapat melewati krisis itu. Bahkan, mereka mendapatkan banyak keuntungan dari krisis yang mereka alami. Pertama-tama kita akan belajar dari komunitas orang Yahudi yang diangkut ke pembuangan di Babel. Selanjutnya kita akan belajar dari para rasul yang mengikuti Yesus Sang Mesias, tetapi kemudian “ditinggal mati� oleh Yesus.

8


Di zaman Perjanjian Lama Umat Allah pernah menghadapi krisis besar yang menyangkut iman mereka akan YHWH dan identitas mereka sebagai Umat Pilihan. Krisis ini terjadi ketika kerajaan mereka dikalahkan oleh kerajaan lain dan negeri mereka dihancurkan. Iman mereka goyah dan identitas mereka nyaris musnah. Tetapi, nyatanya mereka dapat mempertahankan iman mereka dan dapat menjaga identitas mereka. Kita dapat belajar dari mereka bagaimana menghadapi krisis seperti yang pernah mereka alami.

2.1. Hancurnya Yerusalem Setelah Salomo meninggal, Kerajaan Israel terpecah menjadi dua. Sepuluh suku yang tinggal di wilayah utara memisahkan diri dari kerajaan keluarga Daud dan membentuk kerajaan sendiri, dengan nama Kerajaan Israel. Keturunan Daud hanya berkuasa di wilayah selatan dan kerajaannya diberi nama Kerajaan Yehuda karena mayoritas rakyatnya berasal dari suku Yehuda. Pada tahun 722 SM Kerajaan Israel dikalahkan oleh Kerajaan Asyur dan seluruh penduduknya diangkut ke pembuangan. Mereka tidak pernah kembali lagi ke negeri mereka sehingga yang tertinggal hanyalah Kerajaan Yehuda. Rakyat Yehudalah yang melanjutkan identitas sebagai Umat Israel, umat pilihan YHWH. Pada tahun 605 SM Nebukadnezar, raja Babel, mengalahkan Mesir sehingga menguasai wilayah Siria dan Palestina (2Raj. 24:1; Yer. 46:228). Karena itu, Yehuda yang sebelumnya takluk kepada Mesir, menaklukkan diri kepada Babel dan selama tiga tahun membayar upeti pada Babel. Selama tiga tahun ini Babel dan Mesir masih berada dalam situasi perang. Yoyakim memberontak terhadap Babel dengan mengharapkan bantuan dari Mesir, tetapi bantuan yang diharapkan itu tak kunjung datang. Pada bulan Desember 598 SM pasukan Babel menyerang dan mengepung Kota Yerusalem. Dalam pengepungan itu Yoyakim meninggal dan digantikan oleh Yoyakhin, anaknya. Yoyakhin (2Raj. 24:8-17) menyadari bahwa pasukan Yehuda tidak akan sanggup menghadapi serbuan Babel. Jika tetap bertahan di dalam Kota 9


Yerusalem, Yoyakhin dan seluruh penduduk Yerusalem harus menghadapi bahaya yang sangat serius. Jika Babel mengepung Yerusalem dalam waktu yang lama, seluruh penduduk Yerusalem akan menghadapi bahaya kelaparan yang dapat mengakibatkan kematian. Tetapi, jika dapat menerobos tembok kota itu, pasukan Babel akan membunuh banyak orang yang tinggal di dalamnya dan menghancurkan seluruh kota itu. Yoyakhin mengambil keputusan yang dapat menyelamatkan negeri dan rakyatnya. Pada bulan Maret 597 SM Yoyakhin bersama ibunya, para pegawai, dan pembesarnya menyerahkan diri ke tangan Nebukadnezar. Raja bersama keluarganya diangkut sebagai orang buangan ke Babel. Dalam pembuangan ini tercatat 10.000 orang tawanan (panglima dan tentara) dan semua tukang dan pandai besi (bdk. Yer. 52:28). Hanya orang-orang lemah ditinggalkan di negeri itu (2Raj. 24:8-17). Semua harta benda yang ada di Bait Allah dan di istana raja diangkut ke Babel. Benar bahwa Yehuda harus kehilangan banyak harta benda dan para pemimpin mereka diangkut ke pembuangan, tetapi mereka semua tetap hidup dan kota-kota mereka selamat dari penghancuran. Sebagai pengganti Yoyakhin, raja Babel mengangkat Zedekia (paman Yoyakhin) menjadi raja Yehuda (2Raj. 24:18-25:26). Ia memberontak melawan Babel dan sebagai balasannya pada bulan Januari 588 SM pasukan Babel menduduki Yehuda dan mengepung Yerusalem selama kurang lebih dua tahun (Yer. 21:3-7). Pada bulan Juli 587 SM pertahanan kota itu dihancurkan oleh pasukan Babel. Walaupun orang-orang Babel mengepung kota itu, Zedekia dan orang-orangnya nekat melarikan diri meninggalkan kota. Mereka berlari menuju Araba-Yordan, tetapi ketika sampai di dataran Yerikho pasukan Babel berhasil menangkap Zedekia dan membawanya ke hadapan raja Babel. Anak-anak Zedekia disembelih di hadapannya dan ia sendiri diangkut ke Babel dengan tangan terbelenggu setelah matanya dibutakan (Yer. 39:6). Orang-orang yang tetap hidup dan selamat dari serbuan pasukan Babel ini diangkut ke pembuangan. Tetapi, dalam perjalanan ke tanah pembuangan di Babel, banyak pemimpin politik dan agama yang ditawan oleh pasukan Babel dibunuh. Demikianlah, sekali lagi penduduk Yehuda dibuang ke Babel sehingga jumlah orang Yehuda di pembuangan Babel berlipat jumlahnya. Hanya orang-orang miskin ditinggalkan di negeri itu untuk menjadi tukang kebun anggur dan 10


peladang. Yehuda sekarang menjadi wilayah kekuasaan Babel, dan hasil bumi yang keluar dari negeri itu menjadi milik orang Babel. Selain mengangkut penduduk Yerusalem, pasukan Babel juga merampas harta benda yang ada di dalam kota itu. Pasukan Babel masuk ke dalam Bait Allah dan mengambil perlengkapan ibadah yang terbuat dari logam. Sesudah itu, pasukan Babel membakar Bait Allah, istana, dan semua rumah yang ada di Yerusalem. Bait Allah dan istana yang megah, penuh harta yang berharga, dan dianggap suci itu sekarang tinggal sebagai reruntuhan. Mereka merobohkan tembok kota Yerusalem sehingga kota tidak dapat menjadi tempat berlindung lagi. Nebukadnezar mengangkat Gedalya menjadi gubernur Yehuda untuk memimpin penduduk yang masih tinggal di negeri itu. Ia menganjurkan agar orang Yehuda tunduk kepada Babel agar dapat hidup dengan tenang di negeri mereka sendiri. Tetapi, Orang-orang Yehuda yang setia pada bangsanya membunuh dia karena menganggapnya sebagai boneka Babel. Sadar bahwa tindakan mereka dapat membangkitkan amarah Nebukadnezar, mereka melarikan diri ke Mesir.

2.2. Krisis Kaum Buangan Tidak dapat dipungkiri bahwa pembuangan merupakan pengalaman berat bagi orang Yehuda. Mereka diangkut dari negeri mereka sendiri dan tinggal di tanah asing. Tetapi, pada masa awal pembuangan mereka masih sangat yakin bahwa pembuangan itu hanya akan berlangsung sementara. Mereka yakin akan segera meninggalkan tanah pembuangan dan kembali ke tanah air untuk menggabungkan diri dalam perjuangan saudara-saudara sebangsa. Pengharapan ini mendapat dukungan dari para nabi palsu yang rupanya bekerja di antara mereka (Yeh. 13). Para nabi palsu menghibur orang Yehuda dengan menyatakan bahwa mereka adalah umat YHWH sehingga tidak mungkin YHWH menghukum mereka, sekalipun telah berdosa. Tetapi, yang terjadi justru berlawanan dengan yang mereka harapkan. Sepuluh tahun setelah mereka tinggal di pembuangan, orang-orang Yehuda tidak kunjung pulang ke negeri mereka; justru saudara-saudara mereka dari Yehuda menyusul ke pembuangan, termasuk Raja Zedekia, yang tiba di pembuangan dalam keadaan buta. Mereka bercerita 11


tentang situasi terbaru setelah Zedekia memberontak. Pasukan Babel kembali menaklukkan Yerusalem dan akibat yang ditimbulkan oleh serbuan itu jauh lebih mengerikan. Pasukan Babel telah menghancurkan Yerusalem, termasuk istana dan Bait Allah. Berita ini semakin melemahkan pengharapan orang Yehuda yang telah sepuluh tahun menunggu di tanah pembuangan. Harapan untuk kembali ke tanah air mereka pun sirna. Babel terlalu kuat bagi orang-orang Yehuda yang telah menjadi orang buangan itu. Karena itu, mustahil bagi mereka untuk dapat melakukan perlawanan terhadap Babel atau melarikan diri dari kekuasaan mereka. Tidak ada yang dapat mereka lakukan selain menerima kenyataan yang pahit ini. Orang Yehuda harus hidup sebagai orang asing di tanah pembuangan dan taat penuh kepada bangsa yang telah mengalahkan mereka. Menurut ukuran zaman itu pembuangan yang dialami orang Yehuda itu tidak begitu berat. Penguasa Babel membiarkan orang Yehuda leluasa bergerak, menjalani kehidupan biasa, dan mengembangkan tradisi kehidupan mereka, baik dalam kehidupan religius maupun kemasyarakatan, asalkan tidak melarikan diri. Sebagian dari mereka berhasil dalam kehidupan ekonominya dan menjadi kaya. Situasi orang-orang yang terbuang itu cukup baik dan ada kemungkinan untuk menetap di tanah pembuangan bila mau menjadi bagian dari bangsa yang membuang mereka itu. Walaupun demikian, secara religius pembuangan ini menghadapkan orang Yehuda pada masalah yang serius. Masa pembuangan menjadi masa yang sulit bagi mereka untuk mempertahankan identitas sebagai sebuah bangsa. Kerajaan mereka sudah dihancurkan dan dikuasai orang asing, sementara raja, keluarganya, orang-orang terkemuka bangsa itu, bahkan rakyat, ditawan dan dibuang di tanah asing. Lebih dari itu, Bait Allah yang menjadi pusat kehidupan keagamaan mereka telah dihancurkan. Dalam pemahaman zaman itu semua ini menunjukkan bahwa YHWH, Allah mereka, telah dikalahkan oleh dewa/i Babel. Orang Yehuda sudah kehilangan harapan karena negeri mereka telah hancur dan mereka sendiri tinggal sebagai orang buangan di negeri asing, jauh dari tanah air mereka dan “jauh� dari YHWH. Tidak ada pengharapan bagi mereka untuk bebas dan kembali ke tanah air mereka sendiri. Babel terlalu kuat bagi mereka dan sebaliknya, mereka terlalu lemah untuk melawan Babel. YHWH, yang menurut 12


mereka sudah dikalahkan dewa-dewa Babel, tidak mampu bangkit melawan mereka untuk membebaskan umat-Nya. Mereka hidup di tanah asing, jauh tersembunyi dari YHWH, sementara Ia tidak berkuasa untuk membebaskan mereka dan mengembalikan hak mereka sebagai bangsa yang merdeka.

2.3. YHWH, Allah Pencipta Para pemuka Israel sampai pada keyakinan tentang siapa sesungguhnya YHWH, Allah yang mereka sembah. Pada masa pembuangan ini, para pemuka Israel dapat menyelesaikan penulisan Kitab Taurat (Kejadian s.d. Ulangan) sehingga menjadi seperti yang sekarang ini. Studi tentang sejarah penulisan Alkitab menunjukkan bahwa beberapa teks yang penting dalam Taurat justru lahir di tengah situasi pembuangan ini. Salah satu yang penting untuk disebut di sini adalah Kisah Penciptaan yang ditempatkan pada awal Kitab Taurat (Kejadian 1). Kisah ini tidak ditulis untuk menjelaskan proses terbentuknya langit dan bumi dan seluruh isinya. Kisah ini disampaikan untuk menegaskan kepada orang Israel bahwa Allah yang mereka sembah adalah pencipta alam semesta dan manusia yang tinggal di dalamnya. YHWH, Allah yang disembah oleh Israel, adalah Allah yang Mahakuasa. Hanya dengan firman-Nya Ia dapat melakukan semua yang dikehendaki-Nya. Benda-benda alam (matahari, bulan, dan bintang) yang disembah sebagai dewa-dewi oleh bangsa-bangsa lain dan diyakini berkuasa atas hidup manusia sesungguhnya hanyalah ciptaan Allah. Semua itu diciptakan oleh Allah bukan untuk disembah oleh manusia, tetapi untuk melayani kepentingan manusia. Para nabi yang berkarya di antara kaum buangan di Babel membangkitkan pengharapan mereka sehingga mereka tidak putus asa. Dua di antara mereka adalah Nabi Yehezkiel dan nabi yang kemudian dikenal dengan sebutan Deutero-Yesaya. Kedua nabi ini menegaskan kepada orang Israel siapa sesungguhnya Allah yang mereka sembah. Orang Israel mengatakan bahwa pembuangan yang mereka alami itu adalah bukti bahwa YHWH sudah dikalahkan oleh dewa-dewi Babel. Kalau Allah mereka saja sudah kalah, tidak ada harapan bagi mereka untuk dapat bebas dari pembuangan dan kembali ke tanah Yehuda. Mereka hanya dapat menerima kenyataan bahwa negeri mereka sudah hancur, keberadaan mereka sebagai bangsa dan kerajaan sudah sirna, 13


keberadaan mereka sebagai umat YHWH akan musnah dan mereka akan melebur ke dalam bangsa-bangsa lain. Tetapi, para nabi menyatakan bahwa apa yang mereka percaya itu keliru. YHWH tidak pernah kalah dan tidak dapat dikalahkan oleh siapa pun. Kalau mereka dibuang, itu bukan karena Allah sudah dikalahkan oleh dewa-dewi Babel. Yang sebenarnya sedang terjadi adalah bahwa YHWH sedang menghukum orang Israel karena mereka telah berdosa kepada-Nya. Ia menggunakan kerajaan asing untuk melaksanakan hukuman atas Umat-Nya sendiri. Setelah masa penghukuman itu selesai, YHWH akan membawa mereka pulang ke tanah air mereka. Nabi Yehezkiel menyatakan bahwa keadaan umat di pembuangan itu sebenarnya memang sudah tidak ada harapan lagi. Tidak ada kemungkinan untuk dapat kembali ke tanah Israel dan kembali menjadi sebuah bangsa dan kerajaan yang merdeka. Mereka itu seperti tulang belulang yang kering di kuburan. “… tulang-tulang ini adalah seluruh kaum Israel. Sungguh, mereka sendiri mengatakan: Tulangtulang kami sudah menjadi kering, dan pengharapan kami sudah lenyap, kami sudah hilang” (Yeh. 37:11). Tidak mungkin dapat hidup kembali dan tidak ada harapan untuk menjadi manusia lagi. Tulang belulang itu akan makin kering dan hancur. Tetapi, Yehezkiel menyatakan bahwa YHWH akan melakukan hal yang mustahil itu: Ia akan membuka kubur-kubur mereka dan membangkitkan mereka, lalu membawa mereka kembali ke Tanah Israel. Saat YHWH melakukan semua ini, mereka kan mengetahui “Akulah YHWH” (Yeh. 37:12-13). YHWH menunjukkan Dia adalah yang hidup dan berkuasa, yang dapat melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Ia sama sekali tidak dikalahkan oleh dewa-dewi Babel, bahkan sanggup menunjukkan kuasa-Nya di wilayah kekuasaan dewa-dewi Babel. Jika mengetahui siapa YHWH, Allah yang mereka sembah, orang Israel akan memahami diri mereka sendiri. Mereka adalah umat yang percaya kepada Allah yang Mahakuasa, yang sanggup melakukan hal-hal yang mustahil di mata manusia. Deutero-Yesaya melangkah lebih jauh ketika membandingkan YHWH dengan dewa-dewi Babel. Ia menyatakan bahwa dewa-dewi yang disembah oleh orang-orang Babel itu hanyalah patung yang dibuat oleh tangan manusia (Yes. 44:9-20). Patung berhala itu dibuat oleh tukang dari kayu: pohon ditebang, batang kayu dibentuk menjadi patung 14


manusia lalu ditempatkan di kuil, dan dari pohon yang sama sebagian kayu dibakar untuk memanaskan diri dan membakar roti dan daging yang mereka makan. Jadi, ilah yang mereka sembah di dalam kuil itu dibuat oleh manusia (sama seperti yang menyembahnya) dari kayu (sama seperti yang mereka gunakan untuk membakar roti dan daging). Jelas bahwa dewa-dewi itu hanyalah benda mati yang tidak memiliki kemampuan apa pun. Sebaliknya, YHWH, Allah Israel, adalah Allah yang hidup dan berkuasa. Dia adalah satu-satu Allah, dan tidak ada yang lain. YHWH menjadikan langit dan bumi dan menciptakan manusia (Yes. 45:12). Karena itu, Dia berkuasa atas semua manusia dan perjalanan sejarah manusia di atas bumi. Lebih lanjut nabi menyampaikan secara panjang lebar bagaimana Allah sedang bekerja menggerakkan sejarah. Ia sedang menggerakkan Koresh, raja Persia, untuk membebaskan orang Israel dari pembuangan Babel. Ia menyertai Koresh untuk menaklukkan bangsa-bangsa, termasuk Babel, sehingga semuanya tunduk kepada raja Persia itu. Dengan kata lain, YHWH yang Mahakuasa itu menggunakan Koresh untuk melakukan kehendak-Nya, yaitu membawa orang Israel kembali ke tanah air mereka dan mendirikan kembali Bait Allah (Yes. 44:28).

2.4. Umat Pilihan Allah Pemahaman tentang Allah yang diterima oleh orang Israel di tanah pembuangan ini membuat mereka sadar akan identitas mereka. Mereka adalah Umat yang percaya kepada YHWH, satu-satunya Allah. Kesadaran akan identitas mereka inilah yang menyatukan kaum buangan dan dengan berbagai cara menegaskan bahwa mereka tidak seperti bangsa-bangsa lain yang ada di sekitar mereka. Para imam yang bertindak sebagai pemimpin umat harus berjuang keras untuk mempertahankan identitas Bangsa Israel. Mereka tidak menginginkan kepercayaan dan identitas mereka sebagai umat Allah hilang karena percampuran dengan bangsa-bangsa lain. Paling tidak ada dua hal yang dilakukan oleh para pemimpin umat Allah itu untuk menjaga kepercayaan dan identitas mereka di tengah bangsa-bangsa lain: 1. Menciptakan praktik-praktik keagamaan yang baru untuk menggantikan praktik ibadah yang tidak dapat mereka kerjakan lagi. Misalnya, upacara kurban digantikan dengan ibadah 15


kelompok (sinagoga): umat berkumpul untuk berdoa dan membaca Kitab Suci. 2. Memberikan arti baru pada praktik keagamaan yang sudah ada. Hari Sabat dan sunat, yang sudah menjadi kebiasaan di antara orang Yahudi, diangkat menjadi tanda yang memberikan ciri khas kepada anggota umat pilihan Allah. Pembuangan yang dialami oleh Umat Israel juga merintis jalan baru menuju pandangan yang lebih rohani mengenai kehadiran Allah. Pengalaman pembuangan itu membuat Umat Israel percaya bahwa Allah tidak terikat pada tempat tertentu. Bait Allah telah dihancurkan dan Tabut Perjanjian telah lenyap. Kehadiran YHWH tak dapat lagi dikaitkan dengan bangunan dan barang jasmani itu. Bait Allah tempat tabut itu disimpan bukanlah tempat mereka ‘mempunyai’ Allah, melainkan tempat Allah berkenan menyatakan diri dan bertemu dengan mereka (bdk. Kel. 33:9-11; Bil. 11:25; 12:5-10). Di tanah pembuangan itu mereka justru menyadari bahwa Allah hadir dalam umat yang bersekutu dan beribadah kepada-Nya. Keyakinan akan kehadiran Allah ini berkaitan erat dengan sinagoga. Kata “sinagoga� mempunyai dua arti: 1). bangunan tempat ibadah orang Yahudi dan 2). persekutuan orang-orang Yahudi yang berkumpul di tempat itu. Setelah Bait Allah dibangun kembali (pada masa sesudah Pembuangan), Bait Allah dan sinagoga menjadi tempat ibadah mereka. Sinagoga tidak menggantikan Bait Allah. Rumah Allah hanya ada satu di Yerusalem dan hanya di tempat ini orang dapat mempersembahkan kurban kepada Allah. Selama sekitar 50 tahun orang Yehuda tinggal di pembuangan. Identitas mereka sebagai warga sebuah kerajaan telah sirna, tetapi mereka tetap mempertahankan identitas mereka sebagai umat YHWH.

16


Dalam Perjanjian Baru krisis yang menyangkut iman dan identitas dialami oleh para rasul Yesus, ketika Yesus ditangkap, disalibkan, dan mati di kayu salib. Mulanya mereka begitu yakin tentang siapa Yesus dan menaruh harapan mereka kepada-Nya. Tetapi, kematian Yesus membuat keyakinan mereka terhadap Yesus hancur dan harapan mereka kepada-Nya musnah. Penampakan Yesus yang telah bangkit memberikan kepada mereka sebuah kejelasan tentang siapa sesungguhnya Yesus dan hal ini membuat mereka memahami identitas mereka.

3.1. Mengikuti Yesus Mesias Allah pernah berjanji kepada Daud bahwa takhta serta kerajaannya akan berdiri kokoh selamanya dan keturunannya akan memerintah sebagai raja. “Keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selamalamanya di hadapan-Ku, takhtamu akan kokoh untuk selama-lamanya� (2Sam. 7:16). Tetapi, kerajaan Daud mengalami perpecahan (1Raj. 12) menjadi Kerajaan Israel dan Yehuda. Kedua kerajaan ini kemudian mengalami kehancuran: Kerajaan Israel dihancurkan oleh Asyur (2Raj. 17:1-6) dan Kerajaan Yehuda dikuasai oleh Babel (2Raj. 25). Kehancuran yang dialami oleh orang Israel tidak membuat mereka kehilangan kepercayaan kepada Allah. Kerajaan mereka memang telah hancur, tetapi pengharapan mereka tidak sirna. Mereka tetap percaya kepada janji Allah: suatu saat nanti Allah akan mendirikan kembali Kerajaan Israel dan mengangkat seorang keturunan Daud menjadi rajanya dengan menyandang gelar “Mesias,� (yaitu raja yang diurapi dan dipilih oleh Allah). Pada zaman Yesus orang Yahudi dijajah oleh Roma dan dalam situasi seperti ini penantian akan datangnya seorang keturunan Daud yang akan memimpin mereka mengalahkan penguasa Romawi dan mendirikan Kerajaan Israel sangat kuat. Allah akan mengambil tindakan untuk menyelamatkan umat pilihan-Nya. Ia akan mengirim seorang utusan yang akan memimpin orang Yahudi mengalahkan penguasa Romawi lalu mendirikan kembali Kerajaan Israel yang telah 17


runtuh. Dengan kata lain mereka menantikan datangnya seorang Mesias sebagai seorang panglima yang setelah mengalahkan pasukan Romawi akan memerintah sebagai raja. Keyakinan ini pun hidup di antara para pengikut Yesus. Mereka mengharapkan Yesus bertindak sebagai pemimpin militer. Dalam kepercayaan mereka, Yesus akan memimpin orang Yahudi melakukan perlawanan terhadap penguasa Romawi. Setelah mengalahkan mereka, Yesus akan mendirikan kembali Kerajaan Israel dan akan memerintah sebagai raja. Semua orang Yahudi akan tinggal dalam kesejahteraan di bawah pemerintahan Yesus, Sang Mesias. Kepercayaan ini membuat Petrus keberatan ketika Yesus menyatakan bahwa Ia harus menanggung banyak penderitaan lalu dibunuh dan bangkit (Mrk. 8:31-32). Tidak ada dalam pemahaman Petrus Mesias mengalami penderitaan sampai mati. Karena itu, Petrus menegur Yesus, “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau” (Mrk. 16:22). Namun Yesus berpaling dan menegur Petrus, “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.” Petrus disebut Iblis karena apa yang dikatakannya itu merupakan cobaan bagi Yesus. Seolah-olah Petrus mencegah Yesus agar tidak menempuh jalan penderitaan dan dengan demikian membujuk Yesus untuk melawan kehendak Bapa. Walaupun, ia sendiri tidak bermaksud mencobai Yesus karena perkataannya didasarkan pada pemahamannya sendiri mengenai Mesias, yang berbeda dari pandangan Yesus. Pemahaman Yesus sebagai Mesias yang akan menjadi raja Israel ini juga tampak dalam permintaan Yakobus dan Yohanes kepada Yesus. Keduanya meminta kepada Yesus agar diperkenankan duduk dalam kemuliaan-Nya kelak, yang seorang di sebelah kanan-Nya dan yang seorang di sebelah kiri-Nya. Permintaan ini jelas berkaitan dengan pemahaman mereka tentang Yesus sebagai Mesias. Mereka ingin menjadi pendamping Yesus yang telah bertakhta sebagai raja dalam kemuliaan-Nya, sesudah Ia memimpin orang Yahudi mengalahkan penjajah Romawi dan mendirikan kembali Kerajaan Israel. Mendengar permintaan itu, Yesus bertanya kepada mereka, “Dapatkah kamu meminum cawan yang harus Kuminum atau dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?” Sama seperti cawan (bdk. Mrk. 14:36), baptisan ini juga melambangkan penderitaan yang sudah mendekat. Yesus akan 18


meminum cawan itu dan menerima baptisan itu, yakni menanggung segala penderitaan sampai pada kematian-Nya, untuk masuk dalam kemuliaan. Kedua murid itu menyatakan kesanggupan mereka, tetapi mereka tidak tahu apa yang mereka minta (Mrk. 14:38).

3.2. Kematian Sang Mesias Orang-orang yang diutus oleh imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua datang untuk menangkap Yesus. Mereka datang dengan membawa pedang dan pentung seolah-olah akan menangkap seorang penjahat yang sangat berbahaya. Ketika orang-orang itu maju dan menangkap-Nya, salah seorang murid Yesus berusaha melawan. Ia menghunus pedangnya dan ayunan pedangnya mengenai telinga hamba Imam Besar sampai putus. Sekali lagi tindakan murid ini menunjukkan bahwa ia tidak memahami kata-kata Yesus tentang Mesias yang menderita (Mrk. 8:31-32). Ia tetap berkeyakinan bahwa Mesias harus memimpin gerakan militer. Ketika melihat pemimpinnya terancam, murid itu langsung memberikan perlawanan. Yesus bereaksi secara lain karena memang Ia telah bersiap untuk menghadapi semuanya. Ia tidak berusaha lari, tetapi menyerahkan diri ke tangan mereka. “Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung untuk menangkap Aku?� Yesus menambahkan bahwa setiap hari Ia ada di tengah-tengah mereka, karena Ia mengajar di Bait Allah. Walaupun demikian, mereka tidak menangkap-Nya. Kini, ketika Ia sedang sendirian, mereka justru mencari untuk menangkap-Nya. Melihat orang banyak menangkap Yesus, para murid ketakutan dan melarikan diri meninggalkan Yesus sendirian. Mereka lupa akan niat mereka untuk berani mati bersama Yesus dan untuk tidak menyangkal-Nya (Mrk. 14:31). Ketakutan yang mereka rasakan jauh lebih besar daripada niat yang pernah mereka katakan. Dari Getsemani Yesus dibawa ke rumah Imam Besar Kayafas (18-36 M). Mendengar bahwa Yesus telah dibawa ke sana, para imam kepala, tuatua, dan ahli Taurat datang ke rumah imam besar itu. Para pemimpin Yahudi menangkap Yesus pada malam hari dan langsung mengadiliNya, bukan di tempat pertemuan resmi mereka di kompleks Bait Allah, melainkan di rumah imam besar. Seperti niat mereka semula, para 19


pemimpin agama Yahudi mau menyingkirkan Yesus secara diam-diam, tanpa sepengetahuan para pengikut-Nya. Petrus mengikuti Yesus dari jauh, sampai ke halaman rumah imam besar. Ia tetap tidak memahami apa yang sedang terjadi dengan Yesus walaupun sebelumnya telah diberitahu oleh Yesus (Mrk. 8:31-32). Dalam situasi seperti ini Petrus menyangkal Yesus sampai tiga kali: Ia tidak berani mengakui bahwa ia adalah pengikut Yesus. Ketika Yesus mengajar, menyembuhkan orang sakit, membungkam para pemimpin Yahudi, para murid bangga menjadi murid-Nya. Ketika Yesus menyatakan bahwa Ia harus menderita mereka menolak hal itu dan menyatakan siap mati bersama Yesus (Mrk. 14:31). Namun, sekarang Petrus tidak berani mengakui diri sebagai murid Yesus, bahkan mengatakan bahwa ia tidak mengenal Yesus. Tidak ada murid Yesus yang mengikuti Yesus sampai ke Golgota, hanya para perempuan yang mengikuti Yesus sejak dari Galilea. Mereka inilah yang juga mengurus jenazah Yesus sampai dengan penguburannya. Sementara itu, para rasul yang sudah sekian lama mengikuti Yesus justru pergi meninggalkan-Nya sendirian menanggung penderitaan sampai dengan kematian-Nya. Kematian Yesus membuat para rasul kehilangan semangat serta menjadi takut dan bingung. Mereka tidak dapat menerima kenyataan ini karena apa yang terjadi dengan Yesus sama sekali tidak seperti yang mereka pikirkan. Orang yang mereka anggap sebagai Mesias, yang akan menjadi raja Israel itu, mati dengan cara yang sangat menyedihkan. Mereka bersembunyi dan tinggal di suatu ruangan yang terkunci karena takut kepada para pemuka Yahudi yang terlibat dalam pembunuhan Yesus (Yoh. 20:19). Dua orang murid (tidak termasuk dalam kelompok dua belas rasul) yang pergi ke Emaus memberikan gambaran tentang kekecewaan yang harus dihadapi oleh para murid begitu mengetahui kematian Yesus. Para pengikut Yesus menyangka bahwa sebagai Mesias Yesus akan bertindak seperti yang diharapkan oleh orang Yahudi. Mereka memandang Yesus adalah seorang nabi yang berkuasa dalam perkataan dan pekerjaan di hadapan Allah dan di depan seluruh Israel. Tetapi, “imam-imam kepala dan pemimpin-pemimpin kami� telah menyerahkan Dia untuk dihukum mati dan mereka telah menyalibkanNya. Apa yang terjadi dengan Yesus ini bertentangan dengan harapan mereka. Orang yang mereka yakini sebagai nabi itu mati di kayu salib, 20


padahal “kami dahulu mengharapkan bahwa Dialah yang datang untuk membebaskan bangsa Israel” (Luk. 24:21). Mereka sulit untuk menerima pemberitahuan Yesus bahwa Ia akan menanggung penderitaan sampai mati tetapi kemudian akan bangkit. Mereka begitu kecewa melihat orang yang mereka yakini sebagai Mesias itu mati di kayu salib.

3.3. Kebangkitan Yesus “Pagi-pagi benar pada hari pertama minggu itu,” para perempuan yang bertugas untuk merawat jenazah Yesus menemui kubur telah kosong dan jenazah Yesus tidak ada lagi (Luk. 23:56b-24:12). Malaikat yang menjumpai mereka mengingatkan mereka pada perkataan yang pernah diucapkan Yesus waktu di Galilea, “… Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga” (Luk. 24:7). Para perempuan itu (Maria dari Magdala, Yohana, dan Maria ibu Yakobus) memberitahukan hal itu kepada para rasul, tetapi mereka tidak percaya dan menganggap perkataan para perempuan itu hanya omong kosong (Luk. 24:10-11). Pada hari yang sama Yesus menampakkan diri kepada dua orang murid yang berjalan ke Emaus. Menjelang malam, ketika Yesus singgah di rumah mereka dan makan malam, barulah mereka mengenali Dia (Luk. 24:13-35). Kedua orang itu kembali ke Yerusalem pada malam itu juga dan menceritakan kepada kesebelas murid perjumpaan dengan Yesus. Ketika mereka sedang berkumpul, Yesus menampakkan diri dan berdiri di tengah-tengah mereka (Luk. 24:36-49). Melihat mereka ragu-ragu Yesus berkata, “Aku sendirilah ini,” sambil memperlihatkan tangan dan kaki-Nya kepada mereka. Ketika mereka belum percaya karena girangnya, Yesus meminta makanan dan makan sepotong ikan goreng di hadapan mereka. Perjumpaan dengan Yesus yang telah bangkit dari kematian membuat mereka berubah, seolah-olah mereka memperoleh kembali kehidupan mereka. Mereka menjadi sadar siapa sebenarnya Yesus yang mereka ikuti. Bagi para murid kebangkitan Yesus itu membuktikan bahwa Dia adalah Anak Manusia. Ketika Yesus masih berkarya dan mengajar berulang kali Ia menyatakan bahwa Anak Manusia akan tinggal dalam rahim bumi selama tiga hari tiga malam (Mat. 12:40), tetapi akan 21


dibangkitkan dari antara orang mati (Mat. 17:9). Setelah Petrus menyampaikan pengakuan bahwa Yesus adalah Mesias, tiga kali Yesus menyatakan kepada para murid-Nya bahwa Anak Manusia akan menderita, dibunuh, dan bangkit dari kematian (Mrk. 8:31-9:1; Mrk. 9:30-32; Mrk. 10:32-34). Mereka tidak dapat memahami pernyataan Yesus ini: Tidak ada dalam benak mereka pribadi yang mereka yakini sebagai Mesias itu akan mati. Tetapi, kebangkitan Yesus yang telah dibunuh oleh para pemuka Yahudi itu membuktikan bahwa apa yang dikatakan Yesus mengenai diri-Nya itu benar. Yesus sungguh-sungguh telah mati, tetapi Ia mengalahkan kematian dan bangkit dari antara orang mati. Hal ini tidak terjadi sebagai peristiwa yang kebetulan, karena memang Yesus telah mengatakan semua itu sebelumnya: Anak manusia akan menderita, dibunuh, dan bangkit dari antara orang mati. Apa yang terjadi dengan Yesus itu sesuai dengan apa yang telah dikatakan-Nya. Karena itu, menjadi jelas bahwa Yesus bukanlah Mesias seperti yang mereka pikirkan, melainkan Anak Manusia seperti yang telah dinyatakan-Nya sendiri. Menjadi jelas bagi para murid sekarang bahwa Yesus, yang selama ini mereka ikuti, adalah Anak Manusia yang mempunyai kuasa atas Kerajaan Surga.

3.4. Yesus Kristus, Anak Manusia Sepanjang karya pelayanan-Nya, Yesus seringkali menyebut diri sebagai Anak Manusia. Kepada seorang ahli Taurat yang ingin mengikuti-Nya, Yesus menyatakan bahwa Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya (Mat. 8:20). Kepada ahli Taurat yang dalam hati menuduh-Nya telah menghujat Allah, Yesus menyatakan bahwa Anak Manusia berkuasa untuk mengampuni dosa (Mat. 9:6). Anak manusia makan dan minum sehingga dituduh sebagai pelahap dan peminum (Mat. 11:19). Yesus menjanjikan kepada Natanael bahwa ia akan melihat langit terbuka dan malaikat-malaikat Allah turun naik kepada Anak Manusia (Yoh. 1:51). Kepada para murid-Nya Yesus menyebut diri Anak Manusia, tetapi mereka menyebut Yesus sebagai Mesias (Mat. 16:13). Siapakah sebenarnya Anak Manusia itu? Pemahaman mengenai Anak Manusia muncul dalam penglihatan yang dialami oleh Daniel: 22


Anak Manusia adalah pribadi yang datang dari langit, dari surga, dan bukan seorang manusia yang datang dari dunia. Allah memberikan kepadanya kekuasaan, kemuliaan, dan kekuasaan sebagai raja. Kerajaan yang berada di bawah kuasa Anak Manusia itu tidak akan musnah. Jelas bahwa kerajaan ini bukanlah kerajaan duniawi karena semua kerajaan duniawi pasti musnah. Kerajaan yang tidak akan musnah ini adalah kerajaan surgawi yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Anak Manusia itu sendiri akan menjadi raja yang kekal: Dia tidak akan mati dan tidak akan ada yang menggantikannya, seperti yang biasa terjadi dalam kerajaan duniawi. Selama-lamanya ia akan memegang kuasa sebagai raja atas kerajaan surgawi. Dengan menyatakan diri sebagai Anak Manusia, Yesus menyatakan diri sebagai Pribadi yang datang dari surga, yang memiliki kuasa atas Kerajaan Surga. Ia memang berasal dari surga, tetapi sekarang menjadi manusia untuk menjalankan tugas penyelamatan. Sesudah menyelesaikan tugas-Nya, Ia akan menjalankan peran-Nya sebagai Raja Surgawi. Sebagai Raja Surga, Anak Manusia berkuasa untuk menentukan siapa yang akan masuk dan siapa yang tidak akan masuk ke dalam kerajaan-Nya. Pada akhir zaman Anak Manusia akan datang sebagai raja surga dalam segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya untuk membalas setiap orang menurut perbuatannya (Mat. 16:27-28). Dengan kekuasaan-Nya Ia akan menyuruh para malaikat untuk mengumpulkan semua manusia dari seluruh penjuru bumi. Ia sendiri akan duduk di atas takhta kemuliaan-Nya lalu mengadili mereka. Mereka yang berkenan kepada-Nya akan dibawa-Nya masuk ke dalam Kerajaan Surga sedangkan yang tidak berkenan kepada-Nya akan dienyahkanNya ke dalam api yang kekal (Mat. 24:30-31; 25:31-46). Kebangkitan Yesus dari antara orang mati juga memberikan pemahaman yang baru mengenai identitas Yesus sebagai Mesias. Yesus memang raja, keturunan Daud, tetapi kerajaan-Nya bukan dari dunia ini. Ia bukan raja dalam pengertian politis dan kerajaan-Nya adalah 23


kerajaan surgawi. Ia menghendaki agar semua manusia masuk dalam kerajaan-Nya yang memberikan kebahagiaan abadi kepada manusia. Yesus memang Mesias, bukan dalam arti bahwa Ia menyelamatkan orang Israel dari penjajah Romawi, tetapi bahwa Ia membebaskan manusia dari kekuasaan dosa. Semua manusia telah berdosa dan hukuman yang layak untuk manusia yang berdosa adalah kematian. Kematian yang dimaksudkan bukanlah kematian fisik, melainkan keterpisahan dari Allah. Manusia yang dikuasai oleh dosa tidak mungkin hidup bersama dengan Allah. Yesus mati (=terpisah dari Allah) untuk menanggung hukuman yang seharusnya ditanggung oleh manusia supaya manusia layak tinggal bersama Allah dalam kehidupan surgawi. Yesus memahami identitas-Nya sebagai Mesias, Juruselamat, berdasarkan nubuat yang tercantum dalam Kitab Nabi Yesaya tentang seorang hamba Tuhan yang menderita (Yes. 52:13-53:12). Ia adalah orang yang penuh kesengsaraan dan orang yang biasa menderita penyakit. Orang merasa jijik dan tidak mau melihatnya. Ia dianiaya, tetapi tidak membuka mulutnya terhadap orang-orang yang menganiayanya, seperti anak domba yang tempat pembantaian untuk disembelih. Orang yang melihatnya menyangka bahwa penyakit dan penderitaan yang dialaminya adalah hukuman yang dijatuhkan Tuhan kepadanya karena dosa dan kesalahannya. Mereka menyangka bahwa hamba itu adalah seorang yang berdosa yang sedang menanggung hukuman Allah. Tetapi, sebenarnya ia mengalami semua itu sama sekali bukan karena dosanya sendiri. Sebenarnya penderitaan yang dialaminya itu adalah hukuman yang seharusnya mereka tanggung akibat pemberontakan dan kejahatan mereka (kepada Tuhan). Mereka sendirilah yang pantas menanggung kesengsaraan itu karena mereka telah berdosa kepada Tuhan dan layak mendapatkan hukuman. Tetapi, hamba itu menggantikan mereka menanggung hukuman. Ia mau menanggung semua hukuman itu supaya mereka mendapatkan ganjaran dan keselamatan. Semua ini dilakukan oleh hamba itu karena Tuhan sendiri menghendakinya, Tuhan sendirilah yang menimpakan semua itu kepadanya. Semua manusia telah berdosa dan hukuman yang layak untuk manusia yang berdosa adalah kematian (Rm. 6:23). Karena dosa-dosanya, 24


manusia tidak layak menerima kebahagiaan abadi di surga. Dengan kematian-Nya di kayu salib Yesus telah menanggung hukuman yang seharusnya ditanggung oleh semua manusia karena dosa-dosa mereka sehingga kematian Kristus itu justru menjadi tanda kasih Allah (Rm. 5:8; 8:3,32). Kristus melakukan hal ini agar manusia memperoleh kebangkitan bersama-sama Dia (1Tes. 4:14) dan hidup dalam kemuliaan surgawi. Dengan demikian, di dalam Kristus manusia menemukan jalan menuju keselamatan Allah. Janji keselamatan Allah yang disampaikan dalam Kitab Suci, yakni kebangkitan dari kematian, telah dipenuhi dalam diri Kristus. Berkat karya penyelamatan Kristus itu, manusia dapat diterima dalam kerajaan surgawi dan tinggal bersama Dia dalam kebahagiaan dan kemuliaan abadi.

25


Selanjutnya kita akan melihat situasi iman umat Katolik. Harus diakui bahwa kehidupan iman dalam dunia modern ini harus menghadapi tantangan serius yang datang dari kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ini telah membawa perubahan besar dalam kehidupan manusia, termasuk dalam hal iman. Sementara itu, di antara umat Katolik sendiri ada banyak hal yang menyangkut iman yang perlu mendapat perhatian. Kita juga akan melihat apa yang harus dilakukan ketika menghadapi situasi seperti ini.

4.1. Krisis Iman Dan Identitas Di Antara Umat Katolik Iman dalam Dunia Modern. Banyak orang dalam kehidupan modern ini, termasuk orang Katolik, hanya mengikuti saja apa yang terjadi di sekitar mereka, dan tidak bersikap kritis terhadapnya. Karena membiarkan diri dikuasai oleh kecenderungan ini, banyak orang hanya mengambil tindakan menurut pertimbangan spontan, menarik, menyenangkan, dan memberi keuntungan bagi diri sendiri, tanpa peduli jika hal itu merugikan orang lain. Sebaliknya, mereka akan menghindari tindakan yang menurut mereka berat, melelahkan, dan memerlukan kesungguhan. Mereka tidak lagi mendengarkan suara hati, tidak mempertanyakan apakah tindakan itu benar atau salah, baik atau buruk. Lebih dari itu, mereka mengabaikan apa yang dikehendaki Allah dan tidak bertanya apakah tindakan saya ini sesuai dengan ajaran Kristus atau tidak. Penghayatan hidup yang dangkal dan spontan itu juga membuat orang dengan mudah dikuasai oleh egoisme dan keangkuhan. Orang akan menghargai orang lain kalau orang itu memiliki kedudukan yang lebih tinggi, dalam hal ekonomi, sosial, maupun keagamaan. Akibatnya, orang-orang yang secara ekonomi, sosial, dan keagamaan dipandang lemah, miskin, dan tidak berarti, seringkali tidak dihargai dan tidak diperhatikan. Karena itu, banyak orang amat mudah dikuasai oleh semangat materialisme. Mereka menganggap bahwa materi adalah satu-satunya yang penting untuk hidup mereka. Selama hidup di dunia 26


orang memerlukan materi, untuk melakukan kehendak Tuhan pun diperlukan materi. Tetapi, orang yang dikuasai oleh semangat materialisme mengejar materi sebagai satu-satunya harapan hidup mereka. Mereka mengerahkan seluruh dirinya untuk mengejarnya, dan mengabaikan hal-hal yang lain (lihat EG art.2). Tidak memikirkan makna kehidupan, hanya mengejar apa yang dianggap sebagai kesenangan. Melakukan apa yang menyenangkan, bukan apa yang bernilai atau berkenan kepada Tuhan. Hal yang senada disampaikan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam nasihat apostolik yang diberi judul “Christifideles Laici� pada tanggal 30 Desember 1988:

Telah dikatakan bahwa situasi yang melanda dunia ini juga melanda Gereja. Para anggota Gereja tidak steril dari pengaruh negatif yang memancar dari kemajuan dunia ini. Arus materialisme ini membuat manusia memiliki pandangan yang keliru tentang Tuhan: Ia dijadikan sebagai sarana untuk memenuhi keinginan. Allah tidak dipandang sebagai Tuhan yang harus disembah, tetapi diperlakukan sebagai hamba yang serba bisa yang harus memenuhi segala sesuatu yang diminta oleh orang yang mengaku percaya kepada-Nya. Tidak ada kebanggaan kalau dapat melakukan sesuatu untuk Tuhan dan sesama,

27


bahkan hal-hal seperti ini tidak dipikirkan. Orang hanya bangga kalau Tuhan melakukan hal-hal yang diinginkannya untuk dirinya sendiri. Di Tengah Umat Beragama Lain. Di banyak tempat di negeri ini, Umat Katolik tinggal di antara atau bersama dengan umat yang menganut agama dan kepercayaan lain. Lebih dari itu, Umat Katolik hanya menjadi kelompok minoritas yang memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Tanpa disengaja, bahkan tanpa disadari, banyak orang Katolik mendengar informasi tentang ajaran agama lain, menyimpan informasi itu dalam ingatannya, dan menerimanya begitu saja sebagai kebenaran. Informasi-informasi seperti itu hanya dapat disaring bila kita memiliki cukup pengetahuan tentang iman Katolik. Sayangnya, orang Katolik pada umumnya kurang memahami imannya. Tidak perlu membuat survei tentang hal ini, tetapi cukup mengajukan beberapa pertanyaan dan kita dapat melihat kenyataannya. Apa itu kebangkitan badan dan apakah sama dengan kebangkitan mayat? Apa yang dimaksud dengan Yesus itu adalah Kristus, Tuhan, Penebus, Juruselamat, Anak Allah, dan Anak Manusia? Jika orang Katolik ditanya tentang hal-hal yang menyangkut imannya sendiri, banyak yang memang tidak dapat menjawabnya. Situasi menjadi lebih sulit ketika orang dari agama atau Gereja lain mengajukan pertanyaan. Banyak yang tidak sanggup menjawabnya, bahkan menganggap Gereja Katolik miskin pengetahuan dan banyak unsur dalam ajaran Katolik itu salah. Kurangnya pemahaman mengenai ajaran Katolik membuat banyak orang Katolik mengatakan bahwa semua agama itu sama. Yang dimaksudkan sebenarnya hanyalah: kepercayaan bahwa semua agama mengajarkan supaya para penganutnya berlaku baik terhadap sesama. Hal seperti ini jelas muncul bukan dari studi yang serius, tetapi sekedar mengucapkan apa yang pernah didengar. Orang Katolik yang ikutikutan berkata demikian itu tidak memahami imannya sendiri. Gereja Katolik memiliki pengalaman akan Tuhan dan keyakinan yang berbeda dari agama lain, bahkan dari Gereja-gereja lain. Mungkin aneh, tetapi memang banyak orang Katolik yang tidak dapat membedakan isi imannya sendiri dengan isi iman yang diyakini dalam agama dan Gereja lain. Kurangnya pemahaman ini membuat banyak orang Katolik menjadi rendah diri ketika berhadapan dengan orang-orang dari agama dan 28


Gereja lain. Memandang ajaran agama lain dan pemeluknya lebih hebat lalu tidak berani berbicara tentang iman Katolik ketika situasi memintanya berbicara. Lebih dari itu, banyak orang Katolik goyah imannya lalu memutuskan untuk meninggalkan Gereja Katolik, tanpa merasa ada yang keliru dengan tindakannya, tanpa merasa sedang mengalami kerugian, dan tanpa kesedihan. Setelah meninggalkan Gereja Katolik, ada yang menampakkan sikap memandang rendah Gereja Katolik.

4.2. Belajar Dari Kaum Buangan Sebelum zaman Pembuangan Babel, Bait Allah menjadi pusat hidup keagamaan orang Israel. Tabut Perjanjian yang menjadi sarana kehadiran Allah ditempatkan di dalamnya. Mereka percaya bahwa Allah hadir dan tinggal di Bait Allah. Kehadiran Allah di tengah mereka, di negeri mereka, membuat orang Israel merasa aman dan tenteram. Mereka memandang diri sebagai umat pilihan Allah, yang selalu dimanjakan-Nya. Mereka percaya bahwa Allah senantiasa melindungi mereka dari orang-orang yang memiliki niat jahat dan memberikan jaminan keamanan kepada mereka. Bahkan, ketika berdosa pun, mereka yakin Tuhan tidak akan menghukum mereka. Tidak mungkin Tuhan akan menghukum umat-Nya sendiri. Akibatnya, mereka melakukan banyak dosa dan seruan para nabi supaya mereka bertobat pun tidak mereka perhatikan. Kekalahan yang mereka alami dan kehancuran negeri mereka membuat orang Israel mengalami krisis iman dan identitas. Tempat kehadiran Tuhan telah roboh dan orang Israel diangkut sebagai tawanan lalu tinggal di tanah asing. Kekalahan yang mereka alami dan hancurnya Bait Allah menjadi tanda bagi mereka bahwa Allah mereka telah dikalahkan oleh ilah bangsa yang mengalahkan mereka. Mereka memandang Allah mereka sebagai Allah yang kalah. Identitas mereka sebagai umat pilihan Allah pun tidak dapat mereka pertahankan: mereka menjadi orang-orang yang percaya pada Allah yang lemah dan tak berdaya di hadapan para dewa-dewi. Identitas mereka sebagai sebuah bangsa dan kerajaan pun musnah, mereka hanya menjadi orang buangan yang tidak memiliki kebanggaan di hadapan bangsa lain.

29


Menghadapi krisis iman dan identitas orang Israel di pembuangan, ada beberapa hal yang disampaikan oleh para pemuka Israel dan para nabi kepada kaum buangan: a. Menunjukkan kebenaran mengenai Allah Israel. Para pemuka Israel menyatakan bahwa Allah Israel adalah penguasa manusia dan alam semesta. Dialah yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya, termasuk manusia. Dewa-dewi yang disembah oleh orang Babel itu hanyalah benda mati yang tidak mempunyai kemampuan apa pun. Allah tidak pernah dikalahkan oleh dewadewi Babel. Allah yang Mahakuasa itu akan menunjukkan kuasaNya dengan menggerakkan kerajaan lain untuk membebaskan orang Israel dari pembuangan dan membawa mereka kembali ke tanah air. Kenyataan bahwa Allah bertindak untuk orang Israel itu memberikan keyakinan tentang siapa sesungguhnya Allah mereka, yaitu Allah yang menguasai seluruh manusia di bumi. b. Menunjukkan siapa sebenarnya mereka (Identitas mereka di hadapan Allah). Para pemuka Israel menunjukkan bahwa kebenaran mengenai Allah Israel itu memberikan identitas yang benar kepada orang-orang buangan: mereka adalah orang-orang percaya kepada Allah yang Mahakuasa. Kalau mereka dikalahkan dan dibuang, itu bukan karena Allah sudah kalah, tetapi Allah sedang menghukum Umat-Nya karena dosa-doa mereka. Setelah masa penghukuman selesai, Allah akan mengembalikan mereka ke negeri mereka sehingga mereka dapat melanjutkan kehidupan sebagai Umat Allah di tanah yang dijanjikan-Nya. c. Menunjukkan cara hidup menurut identitas mereka. Berdasarkan identitas umat ini, para pemuka Israel menunjukkan bagaimana mereka harus menjalani kehidupan menurut identitas mereka. Para pemuka menunjukkan bahwa anak-anak yang lahir harus disunat sebagai tanda bahwa anak itu adalah anggota Umat Allah. Selain itu, mereka menunjukkan supaya orang Israel bersekutu untuk menyembah Allah dan mempelajari kehendakNya pada hari Sabat di sinagoga. Sebagai umat Allah mereka pun kemudian pulang ke tanah air yang diberikan oleh Allah kepada mereka dan giat membangun Bait Allah.

30


4.3. Belajar Dari Pengalaman Para Rasul Mulanya para rasul yakin bahwa Dia adalah Mesias, keturunan Daud yang akan mendirikan kembali Kerajaan Israel lalu memerintah orang Israel. Di hadapan Yesus para rasul memiliki pandangan tentang diri mereka dan menemukan identitas mereka berkaitan dengan Yesus. Lalu mereka bersikap dan berperilaku sesuai dengan identitas mereka. Mereka memandang diri mereka sebagai pengikut Mesias, yang sedang dalam proses untuk mendirikan Kerajaan Israel. Jika nanti Yesus sudah berkuasa sebagai raja, para rasul akan menikmati kemuliaan-Nya. Tetapi, sekarang mereka harus mendampingi Yesus dalam perjuangan ini. Bahkan, mereka menyatakan siap mati bersama-sama dengan Yesus (Mat. 26:35). Mereka harus berhadapan dengan krisis yang menyangkut iman mereka kepada Yesus dan identitas mereka sebagai murid-Nya, ketika Yesus membiarkan diri ditangkap, disalibkan, dan mati di kayu salib. Mereka tidak berani mengaku sebagai pengikut Yesus yang mereka yakini sebagai Mesias, seperti yang dialami oleh Simon Petrus. Mereka melarikan diri meninggalkan Yesus dan membiarkan Dia sendirian menghadapi orang-orang yang menangkap-Nya. Sesudah itu, mereka menyembunyikan diri mereka dan tidak mau terlihat di hadapan orang banyak. Sesudah bangkit dari kematian, Yesus menjumpai para murid-Nya. Kebangkitan Yesus ini dapat dipandang sebagai tanggapan terhadap krisis yang dihadapi oleh para murid-Nya. Dari perjumpaan mereka dengan Yesus, para murid dapat memahami hal-hal yang penting untuk iman mereka: a. Kebenaran Mengenai Yesus. Dengan kebangkitan-Nya dari antara orang mati, Yesus menunjukkan siapa sebenarnya Yesus. Kebangkitan Yesus membuat para rasul mengenal siapa sebenarnya Yesus. Perjumpaan para rasul dengan Yesus yang bangkit dari kematian membuktikan kepada mereka bahwa Yesus adalah Anak Manusia dan Mesias yang memiliki kuasa atas Kerajaan Surga. Ia berkuasa untuk memasukkan orang untuk masuk ke dalam kerajaan-Nya yang abadi atau untuk menolaknya. b. Identitas Para Murid. Dengan mengenal identitas Yesus, para murid dapat mengenal identitas mereka karena mereka adalah 31


pengikut Yesus. Mereka adalah orang-orang yang percaya kepada Yesus sebagai Anak Manusia dan Mesias, Raja Abadi dalam Kerajaan Surga. Karena mereka percaya kepada Yesus, mereka pun akan menikmati kebahagiaan bersama Dia di dalam kerajaan-Nya. c. Cara Hidup Menurut Identitas. Identitas mereka ini menggerakkan mereka untuk menjalani kehidupan sebagai pengikut Yesus, khususnya menjadi pewarta Injil. Mereka pergi ke berbagai penjuru dunia untuk memberitakan karya penyelamatan yang dikerjakan oleh Yesus supaya manusia di dunia ini menikmati kehidupan abadi di surga.

4.4. Kabar Baik Di Tengah Krisis Telah dikatakan bahwa banyak orang Katolik menghadapi krisis yang menyangkut iman mereka kepada Allah serta identitas mereka sebagai pengikut Yesus dan anggota Gereja Katolik. Apa yang harus dilakukan ketika kita sendiri menghadapi krisis seperti itu atau ketika berhadapan dengan orang Katolik yang sedang menghadapi krisis yang sama? Kita dapat belajar dari para pemuka Yahudi yang harus menghadapi umat yang sedang mengalami krisis dalam pembuangan dan dari pengalaman perjumpaan para rasul dengan Yesus yang telah bangkit. Ada tiga hal yang disampaikan kedua komunitas ini untuk menghadapi krisis iman dan identitas, yaitu kebenaran mengenai siapa Allah, siapa mereka di hadapan Allah atau identitas mereka di hadapan Allah, dan cara hidup sesuai identitas ini. Kita perlu memahami identitas kita karena menentukan perilaku dan cara kita menjalani kehidupan. Selanjutnya, cara kita menjalani kehidupan di dunia ini menentukan nasib kita di dunia yang akan datang. Kita dapat menerapkan ketiga hal ini untuk menanggapi krisis iman dan identitas yang dihadapi oleh orang Katolik. Karena itu, kita perlu menegaskan kembali: 1. Kebenaran mengenai Allah. Kebenaran ini menjelaskan siapa sesungguhnya Allah yang kita percaya dan apa yang dikehendakinya. Kebenaran ini menentukan identitas orang yang percaya kepada-Nya.

32


2. Identitas orang beriman. Di hadapan Allah yang kita percaya, kita dapat mengenal diri kita. Dengan melihat kebenaran tentang Allah, kita dapat melihat relasi kita dengan Allah. 3. Cara hidup menurut identitas. Identitas kita sebagai orang yang percaya kepada Allah akan menentukan cara hidup kita. Kesadaran akan identitas ini akan menuntun kita untuk menjalani hidup dengan benar. Kebenaran mengenai Allah. Pertama-tama kita perlu menyampaikan kebenaran tentang Allah yang kita percaya. Yohanes 3:16 dapat dipandang sebagai isi dari seluruh Alkitab dan mengungkapkan kebenaran mengenai Allah:

Terdorong oleh kasih-Nya, Allah menghendaki manusia hidup berbahagia bersama Dia di surga. Kehidupan manusia di dunia ini berlangsung selama jangka waktu tertentu dan berakhir dengan kematian. Hanya raga manusia yang mati, membusuk dan hancur, tetapi jiwa manusia tidak ikut hancur bersama tubuh itu, tetapi akan terus hidup. Allah memberikan kepada manusia tubuh rohaniah atau tubuh surgawi. Dengan kata lain, sesudah tubuh alamiah manusia mati, ia akan menerima tubuh surgawi yang mulia dan tidak dapat mati. Mereka akan menikmati kebahagiaan abadi bersama Allah, yang tiada tara, melampaui semua gambaran yang dapat dipikirkan oleh manusia (1Kor. 2:9; KGK 1027). Tetapi, dosa menghalangi manusia untuk bersatu dengan Allah. Semua orang telah berdosa dan kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23). Kalau orang kehilangan kemuliaan Allah, ini berarti bahwa ia tidak diperkenankan tinggal bersama Allah. Seharusnya mereka dijatuhi hukuman mati (Rm. 6:23) dan tidak layak menerima ganjaran keselamatan. Dosa memisahkan manusia dari Allah; manusia yang berdosa tidak dapat tinggal bersama dengan Allah. Manusia yang terpisah dari Allah dapat disebut “mati secara rohani� dan kematian rohani ini dilambangkan dengan kematian badaniah. Karena dosa merusak hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan Allah harus dipulihkan dan manusia harus didamaikan 33


kembali dengan-Nya. Dalam Perjanjian Lama hal ini dilakukan dengan mempersembahkan kurban yang membawa pengampunan (Im. 4:20). Yesus adalah Anak Allah dan imam besar yang agung (Ibr. 9:25-28). Sebagai Anak Allah, Yesus bersih dari segala dosa. Di kayu salib Yesus mempersembahkan diri sebagai kurban untuk menghapus dosa manusia sehingga hubungan manusia dengan Allah dipulihkan dan manusia dipandang layak untuk menerima kehidupan kekal bersama Dia di surga. Identitas orang beriman. Kebenaran tentang Allah yang kita percaya menentukan identitas kita yang percaya kepada-Nya. Dengan memahami siapa Allah yang sebenarnya, kita pun akan mengenal siapa kita sesungguhnya. “Saya adalah orang yang percaya kepada Allah yang mengasihi manusia.� Saya adalah pribadi yang diciptakan oleh Allah, dikasihi-Nya, dan akan hidup abadi bersama Dia di surga. Saya adalah orang berdosa dan untuk sayalah Tuhan Yesus telah datang ke dunia. Ia mempersembahkan diri di kayu salib untuk menghapus dosa-dosa saya. Yesus menantikan saya di surga dan, sesudah saya mati, Ia akan membangkitkan saya lalu membawa saya ke tempat kediaman-Nya yang abadi. Orang-orang yang percaya kepada Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus itu membentuk komunitas, yang disebut Gereja. Semua orang yang percaya kepada Yesus dan dibaptis dalam nama Allah Tritunggal menjadi anggota Gereja. Karena saya telah percaya kepada Kristus dan telah menerima baptisan, saya adalah anggota Gereja Katolik, bersama dengan seluruh anggota Gereja Katolik di seluruh dunia. Saya hidup sebagai anggota Gereja dan di mana pun saya berada, saya menjadi bagian dari Gereja Katolik. Cara hidup menurut identitas. Identitas kita yang kita peroleh dari Allah akan menggerakkan kehidupan kita dan kita menjalani kehidupan sesuai dengan identitas kita. Karena identitas kita itu kita peroleh dari pengenalan akan Allah, kesadaran tentang siapa Allah dan siapa kita di hadapan Allah akan menentukan cara hidup kita. Kita adalah pribadi yang dikasihi oleh Allah dan Yesus telah mengajarkan bagaimana kita harus menanggapi kasih Allah dan bagaimana orang yang percaya kepada-Nya harus hidup sesuai dengan kasih Allah itu. Yesus memberikan perintah baru kepada para murid, yaitu supaya “kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu 34


demikian pula kamu harus saling mengasihi� (Yoh. 13:31-35; lihat juga 1Yoh. 4:11). Yang membuat perintah ini menjadi baru adalah motivasinya, yaitu kasih Allah (bdk. Im. 19:18). Allah telah mengasihi kita, jadi sewajarnya kita membalasnya dengan mengasihi-Nya. Tanggapan ini hanya mungkin diberikan bila manusia mengerti bahwa Allah telah mengasihinya dengan kasih yang sedemikian besar. Tetapi, bagaimana kita harus mengasihi Allah karena Ia tidak kelihatan dan tidak ada seorang pun yang melihat Allah? Dengan mengasihi sesama! Jika orang mengatakan bahwa ia mengasihi Allah tetapi membenci saudaranya, ia berdusta karena tidak mungkin mencintai Allah yang tidak kelihatan tanpa mencintai sesama yang kelihatan (1Yoh. 4:20). Siapa yang mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya (1Yoh. 4:21). Ketiga hal yang menyangkut kebenaran mengenai Allah yang kita percaya, identitas kita di hadapan Allah, dan cara hidup kita sebagai orang yang percaya kepada Allah ini sesungguhnya merupakan sukacita yang sesungguhnya. Kebenaran mengenai Allah yang mengasihi manusia ini merupakan kabar baik bagi manusia sepanjang zaman. Manusia itu lemah dan memiliki kecenderungan kepada dosa, tetapi Allah mengasihinya dan menjanjikan kebahagiaan abadi bersama Dia di tempat kediamannya yang abadi. Kabar baik ini akan membawa sukacita bagi orang yang percaya kepada Allah: ia menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang berharga di hadapan Allah dan dikasihiNya. Sukacita ini akan menggerakkan orang untuk mengasihi Allah yang hadir dalam diri sesama.

35


Pada bagian sebelumnya kita telah melihat bagaimana banyak orang beriman, khususnya orang Katolik, menghadapi krisis yang menyangkut iman dan identitasnya. Bisa jadi kita bukanlah orang yang sedang menghadapi krisis identitas. Tetapi, di antara kita orang-orang Katolik banyak yang sedang menghadapi krisis itu. Banyak juga yang sebenarnya sedang menghadapi krisis identitas, tetapi tidak menyadarinya. Dalam empat pertemuan di Bulan Kitab Suci Nasional ini kita akan membaca Sabda Tuhan untuk melihat kebenaran tentang Allah yang kita percaya. Kebenaran mengenai Allah inilah yang merupakan kabar baik bagi manusia. Dengan melihat kebenaran mengenai Allah ini, kita dapat menyadari kembali identitas kita sebagai orang beriman di hadapan Allah yang kita imani. Kesadaran akan dirinya ini akan mendatangkan sukacita dan semua ini akan mendorong kita untuk hidup menurut identitas kita. Kalau kita sendiri menyadari hal ini, kita pun dapat membantu saudara-saudara kita yang sedang menghadapi krisis iman dan identitas. Dengan demikian, mereka tahu kepada siapa mereka percaya dan menemukan kembali identitas mereka sehingga dapat menjalani kehidupan dengan benar sampai akhirnya bersatu dengan Allah di surga. Ada empat bacaan yang akan kita renungkan untuk melihat kebenaran tentang Allah dan identitas orang beriman di hadapan-Nya: 1. Allah adalah Kasih (1Yoh. 4:7-21). Dalam perikop ini kita akan melihat bahwa Allah yang kita percaya adalah Kasih dan kita adalah manusia yang dikasihi-Nya. Allah adalah kasih dan karena kita adalah orang yang percaya kepada-Nya, kita pun mengasihi sesama. 2. Yesus, Anak Manusia (Mat. 25:31-46). Dalam perikop ini kita akan melihat bahwa Yesus yang kita imani adalah Anak Manusia yang berkuasa atas Kerajaan Surga. Sebagai orang yang percaya kepada-Nya, kita akan melihat bagaimana bersikap sesuai dengan kehendak-Nya. 3. Orang Berdosa yang Dipercaya oleh Tuhan (Luk. 5:1-11). Dalam perikop ini kita akan belajar dari Petrus: Mengakui bahwa kita adalah orang yang berdosa, tidak pantas untuk berdekatan dengan

36


Tuhan. Tetapi, Tuhan justru mengutus kita yang berdosa ini untuk mengajak sesama percaya kepada Tuhan. 4. Persekutuan Orang Beriman (Kis. 2:37-47). Melalui perikop ini kita akan diajak untuk menyadari bahwa kita adalah orang yang telah dibaptis dan masuk dalam persekutuan orang yang percaya kepada Yesus. Kita akan melihat apa yang harus kita lakukan sebagai anggota persekutuan ini.

5.1. Allah Adalah Kasih (1Yoh. 4:7-21) Allah adalah Kasih. Inilah kebenaran utama mengenai Allah yang terdapat dalam Alkitab. Ajaran mengenai Allah inilah yang menjadi dasar dari semua ajaran lain yang terkandung di dalam Alkitab. Ada banyak perikop yang menyampaikan ajaran tentang Allah yang mengasihi manusia, tetapi dalam Pertemuan I ini kita akan membaca salah satu di antaranya, yaitu 1Yohanes 4:7-21. Dalam perikop ini Yohanes menyampaikan ajakan untuk saling mengasihi dan dasar dari ajakan ini, yaitu Allah adalah kasih (ay. 7-12). Selanjutnya ia menyatakan bahwa orang yang percaya akan kasih Allah bersatu dengan Dia (ay. 13-16). Akhirnya, ia menyatakan bahwa kasih Allah sempurna di dalam kita jika kita berani percaya pada hari penghakiman (ay. 17-21).

Yohanes mengajak para pembaca untuk saling mengasihi. Kasih itu bukan soal kata, melainkan soal perbuatan (1Yoh. 3:18). Orang yang mengasihi memiliki dua ciri: 1). menghendaki orang yang dikasihinya berbahagia dan 2). berani berkurban demi kebahagiaan orang yang dikasihinya. Kasih itu tampak dalam diri orang Samaria yang baik hati yang menolong orang telah dirampok itu. Ia mengasihi korban perampokan itu dengan menolongnya. Ia hanya mengharapkan agar orang itu bisa sehat kembali. Ia rela mengurbankan banyak hal yang dimilikinya supaya keadaan orang itu bisa pulih. Kasih menjadi tanda apakah seseorang mengenal Allah atau tidak. Setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah dan mengenal Allah tetapi siapa yang tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah. Karena, Allah adalah kasih dan setiap orang yang mengasihi ambil bagian dalam kasih Allah. Apa sebenarnya maksud pernyataan bahwa Allah adalah kasih? 37


Allah tidak hanya mengasihi atau memiliki kasih, tetapi Ia sendiri adalah kasih. Segala aktivitas Allah adalah laku kasih dan Ia menyatakan diri dalam kasih kepada manusia. Kemudian Yohanes menyatakan bagaimana Allah menyatakan kasihNya kepada manusia. Bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita. Kasih Allah dinyatakan kepada manusia dengan mengutus anak tunggal-Nya ke dunia “supaya kita hidup oleh-Nya.” Besarnya kasih Allah itu ditekankan dengan menyatakan bahwa Ia menyerahkan anak tunggal-Nya demi manusia (bdk. Yoh. 3:16-17). Allah menghendaki kita berbahagia, yaitu supaya kita hidup. Hidup yang dimaksudkan di sini bukanlah hidup duniawi, melainkan kehidupan kekal di surga. Tuhan Yesus menggambarkan kehidupan surgawi itu sebagai sebuah kerajaan, yang seringkali disebut Kerajaan Surga atau Kerajaan Allah. Di dalamnya manusia akan menikmati kebahagiaan abadi bersama Allah, yang tiada tara. Kebahagiaan itu datang dari Allah yang hadir di tengah mereka. Hidup dalam surga adalah hidup dalam persekutuan kasih yang sempurna dengan Allah. Kebahagiaan itu adalah kebahagiaan yang tertinggi karena di dalamnya manusia akan melihat Allah yang menciptakan dan mengasihinya. Kehidupan surgawi berarti “hidup bersama dengan Kristus” (bdk. Yoh. 17:3; Flp. 1:23; 1Tes. 4:17; KGK 1025) dan mengambil bagian dalam kemuliaan-Nya. Allah menghendaki manusia berbahagia bersama Dia di surga. Tetapi, dosa menghalangi manusia untuk bersatu dengan Allah. Dosa membuat mereka tidak layak untuk bersatu dengan Allah yang kudus di dalam kehidupan surgawi. Allah “berani berkurban” supaya manusia menikmati kebahagiaan surgawi itu, yaitu dengan mengutus Putra-Nya untuk menyelamatkan mereka dari kekuasaan dosa. Untuk memahami hal ini, kita perlu melihat Upacara Pendamaian yang dilakukan untuk menghapus dosa Umat Israel (Im. 16). Dalam upacara ini Imam Besar memercikkan darah binatang kurban itu pada Tutup Pendamaian (tutup Tabut Perjanjian). Ia juga mempersembahkan lembu jantan dan domba jantan sebagai kurban untuk menghapus dosa para imam dan dosa seluruh umat. Dengan cara demikian, dosa imam dan umat dihapuskan dan semuanya didamaikan kembali dengan Allah. Gereja melihat bahwa semua ini adalah kiasan dari kurban yang 38


dipersembahkan oleh Kristus di kayu salib untuk menghapus dosa manusia. Di kayu salib Kristus bertindak sebagai Imam Besar yang mencurahkan darah-Nya sendiri mempersembahkan diri-Nya sebagai kurban untuk menghapus dosa semua manusia (Ibr. 9:13-14,25-28). Karena dosanya telah dihapus dan ia sendiri telah didamaikan dengan Allah, manusia dipandang layak untuk tinggal bersama dengan Allah di surga. Selanjutnya, Yohanes mengingatkan, â€œâ€Ś jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi.â€? Kesadaran dan sukacita yang kita alami karena Allah telah mengasihi kita akan mendorong kita untuk mengasihi sesama. Jika para anggota Jemaat saling mengasihi, Allah hadir dalam diri mereka. Hal ini tidak berarti bahwa Allah tinggal dalam diri kita karena kita saling mengasihi, tetapi kita saling mengasihi karena Allah tinggal dalam kita. Allah memang tidak tampak, tetapi kehadiran-Nya dapat dialami. Kita mengalami kehadiran-Nya ketika kita saling mengasihi. Kasih kepada sesama, bukan kasih kepada Allah, yang menjadi bukti bahwa Allah tinggal dalam diri kita. Allah tersembunyi, namun dalam diri orang yang percaya Ia hadir dan berkarya.

Allah telah mencurahkan Roh Kudus kepada kita untuk terus membawa kesaksian akan kehadiran Allah dalam hidup kita. Dengan Roh yang telah dikaruniakan Allah, kita dapat mengetahui bahwa Allah tinggal di dalam kita (1Yoh. 3:24). Sementara terus berdoa dan berjalan dalam Roh Kudus, kita memiliki jaminan bahwa kita berada dalam Allah dan Allah di dalam kita. Pernyataan “kita berada di dalam Allah dan Dia di dalam kita� mengungkapkan persatuan kita dengan Allah. Orang yang bersatu dengan Allah memandang segala sesuatu menurut pandangan Allah. Ia berkata dan bertindak semata-mata menurut kehendak Allah karena Ia menguasai seluruh hidupnya. Ia tidak berkata atau bertindak menurut keinginannya sendiri tetapi selalu menyesuaikannya dengan kehendak Allah. Pencurahan Roh Kudus (ay. 13) itu akan mendorong orang untuk memberi kesaksian tentang apa yang telah dilakukan Allah Bapa lewat anak-Nya, yang telah diutus sebagai penyelamat dunia. Alasan pengutusan itu adalah untuk membebaskan manusia dari dosa dan 39


kematian. Semua manusia telah berdosa dan dosa mereka telah memisahkan mereka dari Allah. Yesus mati demi dosa seluruh umat manusia. Berkat Kristus manusia dapat selamat dan menerima hidup baru dari Allah. Tindakan Allah ini mengungkapkan betapa besarnya kasih Allah kepada manusia. Allah tinggal dalam diri orang-orang yang percaya bahwa Yesus adalah anak Allah, bahwa Allah telah mengutus-Nya datang ke dunia untuk menyelamatkan umat manusia. Bila orang percaya pada Tuhan Yesus mereka akan menerima hidup baru, yakni hidup dalam Allah. Mereka yang percaya pada Kristus dan pada kasih Allah akan memberikan kesaksian tentang kehadiran Kristus di dalam dunia dan mewartakanNya sebagai penyelamat dunia. Hidup dan kata kita akan membawa kesaksian tentang inkarnasi Yesus, karena hidup dan kasih-Nya akan dinyatakan lewat kita. Ketika kita berbicara, kita mengungkapkan kebijaksanaan Kristus, ketika kita bertindak kita mengungkapkan ketaatan pada bimbingan-Nya. Kita percaya bahwa kasih Allah itu nyata dan kita dapat menyerahkan diri pada kasih Allah itu. Kita mengetahui bahwa Allah mengasihi kita dan kasih-Nya tak pernah pudar. Ia mengasihi kita tidak secara umum, tetapi secara personal. Allah mengasihi setiap orang dan masingmasing sama berharganya di hadapan-Nya. Sekali lagi dinyatakan bahwa Allah adalah kasih (lihat ay. 8). Segala yang dilakukannya adalah laku kasih. Konsekuensinya, setiap orang yang tetap berada dalam kasih, yakni hidup dalam semangat kasih, “tetap berada dalam Allah dan Allah di dalam dia.� Allah yang tinggal dalam dirinya membuatnya sanggup mengasihi sesamanya. Ia akan mengasihi sesamanya seperti Allah sendiri telah mengasihinya dan mengasihi setiap orang.

Kasih Allah akan menjadi sempurna di dalam diri kita kalau kita mempunyai keberanian untuk percaya pada hari penghakiman. Kalau memang kita sudah merasa dikasihi oleh Allah dan telah mengasihi sesama dalam kehidupan kita, kita tidak takut untuk menghadap pengadilan Allah. Kita siap untuk “dinilai� oleh Allah karena semua yang dilakukannya di dunia dilakukan karena ia mengasihi Allah. Pertemuan dengan Allah dalam penghakiman itu tidak membuatnya takut karena pada saat itulah Allah akan menyatakan bahwa dia adalah 40


orang yang benar di hadapan-Nya. Orang takut menghadapi pengadilan Allah bila ia tidak mengasihi Allah, yang berkuasa untuk menjatuhkan hukuman kepadanya. MewartaJelas bahwa “bukan kita yang telah mengasihi Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita.� Allah tidak menunggu manusia mengasihi diri-Nya dan baru kemudian Ia mau mengasihi mereka. Kasih Allah kepada manusia sama sekali bukan balasan atau imbalan atas kasih manusia kepada Allah, tetapi kasih manusia merupakan tanggapan atas kasih Allah yang tak terbatas dan abadi. Tanggapan ini hanya mungkin diberikan bila manusia mengerti bahwa Allah telah mengasihinya dengan kasih yang sedemikian besar. Kita mengasihi sesama karena Allah sudah lebih dahulu mengasihi kita. Jika orang mengatakan bahwa ia mengasihi Allah tetapi membenci saudaranya, ia berdusta karena tidak mungkin mencintai Allah yang tidak kelihatan tanpa mencintai sesama yang kelihatan (ay. 20). Siapa yang mengasihi Allah, ia harus juga mengasihi saudaranya (ay. 21).

******* Perikop ini menyampaikan kabar baik bagi manusia, yang menyangkut kebenaran mengenai Allah, yaitu siapa Dia sesungguhnya. Dia adalah Allah yang mengasihi manusia. Kesadaran akan kebenaran mengenai Allah ini membuat orang beriman sadar akan identitasnya di hadapan Allah. Orang beriman adalah orang-orang yang menyadari bahwa mereka dikasihi oleh Allah. Pengenalan diri dalam hubungannya dengan Allah ini akan mendatangkan kegembiraan. Pengenalan akan identitas di hadapan Allah yang diwarnai dengan kegembiraan ini akan menggerakkan orang untuk melakukan kehendak Allah, yaitu mengasihi sesama.

Allah adalah Kasih Allah adalah kasih. Terdorong oleh kasih-Nya, Allah menghendaki manusia berbahagia bersama Dia di surga. Tetapi, dosa menghalangi manusia untuk bersatu dengan Allah. Dosa membuat mereka tidak layak untuk bersatu dengan Allah yang kudus di dalam kehidupan surgawi. Allah “berani berkurban� supaya manusia menikmati kebahagiaan surgawi itu, yaitu dengan mengutus Putra-Nya untuk 41


menyelamatkan mereka dari kekuasaan dosa. Di kayu salib Kristus bertindak sebagai Imam Besar yang mencurahkan darah-Nya sendiri mempersembahkan diri-Nya sebagai kurban untuk menghapus dosa semua manusia (Ibr. 9:13-14,25-28). Karena dosanya telah dihapus dan ia sendiri telah didamaikan dengan Allah, manusia dipandang layak untuk tinggal bersama dengan Allah di surga.

Kita adalah orang yang dikasihi Allah Di hadapan Allah yang begitu mengasihi manusia itu, kita dapat melihat diri kita hanyalah orang berdosa yang lemah dan memiliki kecenderungan kepada dosa. Jika kita terus dikuasai oleh dosa, jiwa kita tidak dapat hidup abadi. Tetapi, kita yang berdosa ini dikasihi oleh Allah. Ia tidak membiarkan diri kita dikuasai oleh dosa dan mengalami kematian abadi. Kita begitu dikasihi oleh Allah, sehingga Allah mengutus Anak-Nya untuk menyelamatkan kita. Untuk kitalah Yesus datang ke dunia dan untuk menghapus dosa kitalah Ia mempersembahkan diri di kayu salib.

Dikasihi Allah, maka Mengasihi Sesama Allah telah mengasihi kita dengan kasih yang sedemikian besar. Bila kita menyadari bahwa kita adalah pribadi yang dikasihi oleh Allah, kita pun mengasihi sesama. Kasih itu bukan soal kata, melainkan soal perbuatan. Orang yang mengasihi memiliki dua ciri: 1). menghendaki orang yang dikasihinya berbahagia dan 2). berani berkurban demi kebahagiaan orang yang dikasihinya. Kita dapat melihat contoh perbuatan kasih dalam diri orang Samaria yang baik hati yang menolong orang telah dirampok itu. Ia mengasihi korban perampokan itu dengan menolongnya. Ia hanya mengharapkan agar orang itu bisa sehat kembali. Ia rela mengurbankan banyak hal yang dimilikinya supaya keadaan orang itu bisa pulih keadaannya.

5.2. Yesus, Anak Manusia (Mat. 25:31-46) Perikop ini merupakan bagian terakhir dari khotbah tentang akhir zaman yang terdapat dalam Injil Matius (Mat. 24-25). Dalam rangkaian khotbah tentang akhir zaman ini juga terdapat perumpamaan tentang hamba yang setia dan bijaksana (Mat. 24:45-51), tentang sepuluh gadis (Mat. 25:1-13), dan tentang talenta (Mat. 25:14-30). Walaupun 42


merupakan bagian dari khotbah, perikop ini mengandung unsur perumpamaan, yakni sebuah simile tentang seorang gembala yang memisahkan domba dari kambing (ay. 32b-33). Karena itu, perikop ini sering kali disebut perumpamaan tentang domba dan kambing. Perumpamaan ini diawali dengan suasana di tempat penghakiman (ay. 31-33). Kemudian disampaikan tindakan Raja yang bertindak sebagai hakim terhadap orang-orang yang ditempatkan di sebelah kanan (ay. 34-40) dan terhadap orang-orang yang di sebelah kiri (ay. 41-46).

Pada akhir zaman, Kristus, Anak Manusia, akan datang dalam kemuliaan-Nya dengan diiringi oleh para malaikat-Nya. Lalu Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya. Karena bersemayam di atas takhta, dapat dikatakan bahwa ia adalah seorang raja (ay. 34). Pernyataan pada ay. 31 ini mengingatkan pada Anak Manusia yang dilihat oleh Daniel (Dan. 7:13-14). Ia melihat seorang seperti anak manusia menerima kuasa dan kemuliaan dalam kerajaan yang abadi. Matius menunjukkan bahwa Yesus itulah Anak Manusia yang dinubuatkan dalam Kitab Daniel. Ia memegang kuasa atas kerajaan abadi dan pada akhir zaman Ia akan menggunakan kuasa-Nya untuk menentukan siapa yang layak masuk dalam kerajaan-Nya. Pada waktu itu semua bangsa akan dikumpulkan di hadapan Anak Manusia untuk diadili. Walaupun yang disebut adalah semua bangsa, pengadilan ini dilakukan kepada setiap orang, bukan kepada setiap bangsa. Dengan kata lain, semua orang dari segala bangsa akan dibawa ke hadapan Anak Manusia dan setiap orang akan diadili. Dalam pengadilan itu, Anak Manusia akan memisahkan seorang dari yang lain, seperti seorang gembala memisahkan domba dari kambing: Ia menempatkan domba-domba di sebelah kanan-Nya, sedangkan kambing-kambing di sebelah kiri-Nya. Gambaran ini diambil dari kehidupan peternakan di Timur Tengah. Kambing dan domba memang biasa digembalakan bersama. Tetapi, pada waktu-waktu tertentu mereka harus dipisahkan. Misalnya, ketika kambing-kambing itu harus diperah susunya atau ketika domba-domba harus digunting bulunya. Menempatkan domba di sebelah kanan merupakan tanda bahwa mereka mendapatkan tempat kehormatan. Sebaliknya, penempatan

43


kambing di sebelah kiri merupakan tanda bahwa mereka jauh dari kehormatan, bahkan mereka akan menerima hukuman.

Anak Manusia, yang juga adalah Raja, menyebut mereka yang ditempatkan di sebelah kanan-Nya sebagai orang-orang “yang diberkati oleh Bapa-Ku.� Ia juga menyatakan bahwa mereka akan menerima Kerajaan yang telah disediakan bagi mereka sejak dunia dijadikan. Mereka layak menerimanya karena selama hidup di dunia mereka telah melakukan kebaikan-kebaikan kepada Tuhan yang hadir dalam diri orang-orang miskin dan menderita. Atau, sebaliknya, kebaikan yang dilakukan terhadap orang yang miskin dan menderita itu dilakukan bagi Tuhan. Ada enam kebaikan yang disebutkan dalam pengadilan ini, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga. Pertama, memberi makan orang yang lapar dan memberi minum orang yang haus. Dua perbuatan ini merupakan kebaikan yang mendasar karena menyangkut kebutuhan dasar manusia. Orang yang kekurangan makan dan minum akan menjadi lemah badannya. Hal ini bisa membuat orang menjadi sakit, dan bila berkepanjangan, orang dapat kehilangan nyawa. Kedua, memberi tumpangan kepada orang asing dan memberi pakaian kepada orang yang telanjang. Tempat untuk berteduh dan pakaian membantu orang untuk bertahan dalam cuaca, apalagi di malam hari atau pada musim dingin. Orang asing tidak mempunyai tempat untuk berlindung dan orang telanjang tidak mempunyai pakaian untuk menutup tubuhnya. Perbuatan baik kepada kedua kelompok orang ini dapat menyelamatkan mereka dari kesulitan yang muncul karena cuaca. Ketiga, melawat orang sakit dan mengunjungi orang yang dipenjara. Kunjungan kepada orang sakit mungkin tidak dapat menyembuhkan si sakit dan kunjungan kepada orang yang sedang dipenjara mungkin tidak dapat membebaskannya dari situ. Tetapi, kehadiran dan perhatian kepada kedua kelompok orang ini dapat mendatangkan kegembiraan bagi mereka dan meringankan penderitaan yang mereka alami. Semangat dan kegembiraan yang muncul dari orang yang datang mengunjungi itu dapat membuat orang sakit dan orang yang dipenjara sanggup bertahan menghadapi kesulitan yang sedang mereka hadapi. 44


Pada zaman Perjanjian Baru, penjara tidak digunakan sebagai sarana untuk menghukum orang yang dinyatakan bersalah oleh pengadilan, tetapi hanya untuk menahan orang yang dituduh bersalah sampai ia menjalani pengadilan. Kehidupan seorang tahanan di dalam penjara ini bergantung pada keluarga atau kenalan yang mengirimkan makanan, minuman, dan lain-lain untuk kehidupannya. Mereka yang berada di dalam tahanan boleh dikunjungi dan diurus oleh teman-temannya (Mat. 11:2; Flp. 3:25; 4:18,21; Ibr. 13:3). Orang-orang yang ditempatkan di sebelah kanan Raja itu heran mendengar pernyataan yang diucapkan-Nya karena merasa tidak melakukan semua itu. Mereka tidak melihat Raja itu lapar, haus, telanjang, sakit, atau ditahan di dalam penjara. Yang mereka lihat hanyalah orang-orang yang menderita dan mengalami kesulitan, lalu mereka mengulurkan tangan dan melakukan sesuatu bagi mereka. Karena itu, mereka bertanya kepada Sang Raja kapan sebenarnya mereka melihat Dia lapar dan haus, menjadi orang asing dan telanjang, serta sakit dan dipenjara lalu melakukan perbuatan baik kepada-Nya. Menanggapi pertanyaan itu, Raja menyatakan, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku“ (ay. 40) Kebaikan yang mereka lakukan selama hidup di dunia, ternyata mempunyai nilai yang abadi. Apa pun yang mereka lakukan terhadap orang-orang yang paling hina sebenarnya mereka lakukan untuk Tuhan karena Ia hadir di dalam diri mereka.

Sebaliknya, orang-orang yang dilambangkan dengan kambing yang ditempatkan di sebelah kiri-Nya itu akan dienyahkan “ke dalam api yang kekal yang telah sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.� Api yang kekal itu sebenarnya tidak disediakan bagi manusia, melainkan untuk Iblis dan para malaikatnya. Tetapi, apa yang mereka lakukan selama hidup di dunia telah membawa mereka ke tempat itu. Karena, mereka tidak pernah memperhatikan apalagi mengasihi Tuhan yang hadir dalam diri orang-orang miskin dan menderita. Mereka tidak memberi-Nya makan ketika Ia lapar, tidak memberi-Nya minum ketika Ia haus, tidak memberi-Nya tumpangan ketika Ia seorang asing, tidak 45


memberi-Nya pakaian ketika Ia telanjang, tidak melawat-Nya ketika Ia sakit, dan tidak mengunjungi-Nya ketika Ia di dalam penjara. Mereka merasa bahwa selama hidup di dunia belum pernah melihat Raja itu menahan lapar dan haus, menjadi orang asing, telanjang, sakit, atau berada di dalam penjara. Karena itu, mereka pun tidak melayaniNya. Seandainya mereka melihat Sang Raja dalam keadaan seperti itu, tentu mereka akan melayani-Nya: menyediakan makanan dan minuman, memberi tumpangan, mengunjungi-Nya, dan sebagainya. Tentu saja mereka melihat orang-orang yang mengalami berbagai penderitaan itu, tetapi mereka mengambil keputusan untuk tidak melakukan apa-apa bagi orang-orang itu. Menanggapi perkataan mereka, Sang Raja menjawab, “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku� (ay. 45). Kepada mereka pun, Raja menyatakan bahwa Ia hadir di dalam diri orang-orang yang sedang mengalami penderitaan, sekalipun mereka tidak melihatnya. Setelah berhadapan dengan pengadilan ini barulah mereka menyadari bahwa keputusan untuk tidak mengulurkan tangan kepada orang-orang yang mengalami penderitaan itu keliru dan membawa konsekuensi buruk bagi mereka. Akhirnya, Sang Raja menyatakan bahwa orang-orang yang ada di sebelah kiri-Nya itu akan masuk ke tempat siksaan yang kekal, yang pada ay. 41 disebut sebagai api yang kekal yang disediakan bagi Iblis dan para malaikatnya. Kedua gambaran ini menjelaskan keadaan orang jahat yang tidak akan tinggal bersama dengan Allah. Mereka akan terpisah jauh dari Allah dan keadaan ini sama sekali tidak mengenakkan. Sebaliknya, orang benar akan masuk ke dalam hidup yang kekal, yang juga disebut sebagai Kerajaan yang telah disediakan bagi mereka (ay. 34). Demikianlah orang benar akan tinggal bersama Allah dalam kebahagiaan abadi.

******* Dalam Pertemuan I kita telah melihat Allah yang mengasihi manusia dan mewujudkan kasih-Nya melalui Yesus Kristus. Dalam Pertemuan II ini kita melihat kebenaran mengenai Yesus Kristus, yang menjadi kabar 46


baik bagi manusia. Dia adalah Anak Manusia yang berkuasa atas Kerajaan Surga. Kesadaran akan kebenaran mengenai Yesus Kristus ini membuat orang beriman sadar akan identitasnya di hadapan Kristus. Orang beriman adalah orang yang percaya kepada Kristus dan setia kepada-Nya. Pengenalan diri dalam hubungannya dengan Kristus ini akan mendatangkan kegembiraan. Pengenalan akan identitas di hadapan Kristus yang diwarnai dengan kegembiraan ini akan menggerakkan orang beriman untuk melakukan kehendak-Nya.

Tuhan kita adalah Raja Surga Yesus Kristus, Tuhan yang kita imani, menjadi manusia dan mati di kayu salib untuk menyatakan kasih-Nya kepada kita. Ia mati untuk menghapus dosa kita supaya kita layak hidup bersama Dia di surga. Setelah menyelesaikan tugas penyelamatan ini, Ia kembali ke surga. Kelak Ia akan datang sebagai Raja yang berkuasa atas Kerajaan Surga. Ia berkuasa untuk menentukan siapa yang akan masuk ke dalam kerajaanNya untuk menikmati kebahagiaan abadi Bersama Dia dan siapa yang tidak boleh masuk ke dalamnya. Ia menghakimi setiap orang menurut perbuatan yang dilakukan terhadap saudara-saudara-Nya, yaitu orang-orang yang menderita. Sekalipun memegang kuasa atas Kerajaan Surga, Kristus, Sang Raja dan Anak Manusia hadir di dalam diri orang-orang yang mengalami penderitaan. Ia adalah Raja atas surga dan bumi, tetapi hadir di dalam dunia ini dalam diri orang-orang yang menderita.

Kita adalah hamba-hambanya Kalau Yesus adalah Tuhan kita, di hadapan-Nya kita yang percaya kepada-Nya menempatkan diri sebagai hamba-hamba-Nya. Kesadaran diri sebagai hamba Tuhan ini mendorong kita untuk melakukan apa yang dikehendaki-Nya dan tidak memandang tindakan kita sebagai jasa yang layak mendapat imbalan. Kita hanya dapat mengatakan bahwa kita adalah orang berdosa yang dikasihi oleh Allah dan percaya kepadaNya. Karena itu, kita melakukan kehendak Tuhan itu dengan kegembiraan tanpa mengharapkan upah.

47


Kita melayani Tuhan dalam diri sesama Telah dikatakan bahwa Kristus yang mengasihi manusia hadir dalam diri orang-orang yang menderita. Apa yang dilakukan terhadap orang yang mengalami penderitaan itu, sebenarnya dilakukan terhadap Kristus. Tindakan manusia di dunia ini, khususnya yang dilakukan terhadap orang yang menderita, menjadi dasar pertimbangan dalam pengadilan di akhir zaman. Karena itu, selama menjalani kehidupan di dunia ini orang diingatkan untuk memperhatikan sesama yang menderita dengan keyakinan bahwa apa pun yang dilakukannya terhadap mereka sebenarnya dilakukan bagi Kristus. Karena, wajah Kristus tersembunyi dalam wajah orang-orang yang menderita, kita perlu menyadari bahwa hanya mereka yang membina relasi dengan Kristus dapat melihat wajah-Nya dengan jelas, sekalipun bagi orang lain kabur atau tidak tampak. Hubungan pribadi orang beriman dengan Kristus akan membuat dia menjadi lebih peka terhadap kehadiran-Nya dan menggerakkan dia untuk mengasihi-Nya.

5.3. Orang Berdosa Yang Dipercaya Oleh Tuhan (Luk. 5:1-11) Lukas menceritakan panggilan murid-murid pertama setelah Yesus sudah agak lama mengajar dan mengerjakan mukjizat. Ini berarti bahwa sebelumnya Ia hanya sendirian: ketika mengajar di rumahrumah ibadat di Galilea (Luk. 4:14-15), ketika ditolak di Nazaret (Luk. 4:16-30), ketika mengajar di Kapernaum dan mengusir setan (Luk. 4:3137), menyembuhkan ibu mertua Simon dan orang-orang lain (Luk. 4:38-41), dan ketika mengajar di kota-kota di Yudea (Mrk. 4:42-44). Dalam perikop ini Lukas menyampaikan tiga hal. Pertama-tama ia menyampaikan catatan mengenai tempat dan pewartaan Yesus (ay. 1-3). Ia sedang mengajar di pantai Danau Galilea. Selanjutnya Lukas mengisahkan penangkapan ikan yang ajaib (ay. 4-10a). Ia menunjukkan bahwa mukjizat penangkapan ikan ini merupakan pernyataan diri Yesus kepada orang-orang yang hendak di panggil-Nya. Selanjutnya, Lukas merangkainya dengan kisah panggilan Simon dan orang-orang yang bersama dia (ay. 10b-11).

48


Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai Danau Genesaret yang terletak di wilayah Galilea (panjang sekitar 21 km dan lebar sekitar 13 km). Ketiga Injil lain menyebut danau ini Danau Galilea (Mat. 4:18; Mrk. 1:16; Yoh. 6:1). Banyak orang mengerumuni Yesus hendak mendengarkan firman Allah yang hendak disampaikan-Nya. Mereka berdesak-desakan untuk dapat mendekati Dia. Bila orang banyak itu terus mendesak-Nya, tidak akan ada jarak antara Yesus dengan mereka sehingga Ia tidak akan dapat berbicara kepada mereka. Dalam situasi seperti ini, Yesus melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun perahu itu dan mereka sedang membasuh jala. Pada malam sebelumnya mereka telah menggunakan jala itu dan sekarang mereka membersihkannya agar siap dipakai untuk waktu selanjutnya. Yesus pun naik ke atas salah satu perahu itu, yang ternyata adalah milik Simon. Lalu Yesus meminta Simon untuk mendorong perahunya sedikit jauh dari pantai. Orang banyak tidak dapat lagi mendesak Yesus dan sekarang ada jarak antara Yesus dengan mereka. Lalu Ia duduk di atas perahu itu dan mengajar orang banyak.

Setelah selesai menyampaikan pengajaran kepada orang banyak itu, Yesus meminta Simon bertolak ke tempat yang dalam dan menebarkan jala di situ untuk menangkap ikan. Perintah ini terdengar aneh di telinga Simon. Ia adalah nelayan yang sudah terbiasa mencari ikan di Danau Galilea. Pada malam sebelumnya Simon dan teman-temannya telah bekerja keras untuk mencari ikan, tetapi tidak menangkap apaapa. Malam hari adalah waktu yang cocok untuk menangkap ikan dan Simon adalah nelayan yang memahami situasi di danau itu. Sepanjang malam ia telah bekerja keras, tetapi tidak mendapatkan apa-apa, rasanya tidak ada gunanya untuk menebarkan jala pada siang hari. Kalau kemudian ia bertolak untuk menebarkan jala, hal itu sematamata dilakukannya hanya karena mengikuti perkataan Yesus. Bisa jadi Petrus tidak setuju dengan Yesus, tetapi ia melakukan apa yang dikatakan-Nya. Apa yang kemudian dialami oleh Simon benar-benar di luar dugaannya. Jala yang mereka tebarkan ternyata menangkap sejumlah besar ikan. Bahkan, jala itu mulai koyak karena tidak dapat menahan banyaknya 49


jumlah ikan yang tertangkap. Mereka pun memberi isyarat kepada teman-teman mereka yang berada di perahu lain. Mereka meminta orang-orang itu datang untuk membantu menampung ikan yang telah mereka tangkap. Dua perahu hampir tidak cukup untuk menampung hasil tangkapan. Kedua perahu itu penuh dengan ikan sampai hampir tenggelam. Simon Petrus menyadari bahwa apa yang sedang dialaminya bukanlah peristiwa biasa. Dia dan teman-temannya takjub menyaksikan banyaknya ikan yang mereka tangkap, padahal mereka menebarkan jala pada siang hari, atas perintah seorang guru. Sesampainya di darat, ia mendekati Yesus dan sujud di depan-Nya lalu berkata “Tuhan, pergilah dari hadapanku, karena aku ini seorang berdosa.” Ketika hendak bertolak untuk menebarkan jala, Simon memanggil Yesus dengan sebutan “guru” (Yun. “epistata,” sebutan untuk memanggil orang yang dihormati karena memiliki kuasa). Setelah peristiwa penangkapan ikan ini, Simon memanggilnya “Tuhan.” Kenyataan yang dialami Simon membuat dia sadar siapa pribadi yang sedang dihadapinya. Hal ini juga membuatnya sadar bahwa dirinya adalah orang berdosa sehingga tidak layak ada di dekat-Nya. Karena itu, Simon meminta Yesus pergi meninggalkannya. Hal seperti ini berulang kali muncul dalam Perjanjian Lama, termasuk dalam kisah panggilan Nabi Yesaya. Ia melihat Allah duduk di takhta yang tinggi menjulang, disertai oleh para makhluk surgawi. Ketika menyadari bahwa ia telah melihat Allah, Yesaya langsung menyadari dosanya. “Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam” (Yes. 6:5). Tetapi, kemudian Tuhan menyucikan Yesaya dan mengutusnya menjadi nabi untuk menyampaikan kehendak-Nya. Memang hanya Simon yang bersujud di hadapan Yesus dan berbicara kepada-Nya. Tetapi, semua orang yang bersama-sama dengan dia dan menyaksikan kejadian itu merasa takjub. Apa yang mereka lihat pada waktu itu sungguh tidak masuk di akal mereka, tetapi mereka melihatnya secara langsung, bahkan mengalaminya. Termasuk di antara yang melihat mukjizat itu adalah teman-teman Simon, yaitu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus. Mereka ada di dalam

50


perahu itu bukan karena tertarik pada peristiwa ajaib itu, tetapi karena mereka memang rekan kerja Simon.

Tetapi, Yesus berkata kepada Simon, “Jangan takut, mulai sekarang engkau akan menjala manusia.� Ia meminta Simon untuk tidak merasa takut. Benar bahwa Allah telah menyatakan diri dalam pribadi Yesus, tetapi hal itu dilakukan bukan untuk membuat mereka hancur dan binasa. Bahkan, Yesus memanggil mereka untuk menjadi penjala manusia. “Menjala manusia� merupakan kiasan untuk mencari/membawa orang menjadi pengikut Yesus. Dalam praktiknya hal ini nantinya baru akan mereka lakukan setelah Yesus naik ke surga. Mereka akan memberitakan karya penyelamatan yang dilakukan oleh Kristus kepada orang Yahudi dan bukan Yahudi. Mereka bahkan harus meninggalkan negeri mereka untuk melaksanakan tugas ini. Agar dapat menjalankan tugas ini, sekarang mereka harus mengikuti Yesus untuk menjalani kehidupan sebagai murid sehingga dapat mengenal Dia dan memahami kehendak-Nya. Simon dan rekan-rekannya menarik perahu mereka ke darat, lalu meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Yesus. Mulanya mereka terpesona dengan banyaknya ikan yang mereka tangkap. Tetapi, sekarang mereka terpesona dengan Pribadi yang membuat begitu banyak ikan itu datang ke jala mereka. Kesadaran akan Pribadi Yesus inilah yang membuat mereka mengambil keputusan untuk mengikuti Yesus. Konsekuensinya, mereka meninggalkan segala sesuatu yang mereka miliki: perahu, usaha, keluarga, termasuk hasil tangkapan terbesar yang mereka peroleh selama hidup mereka itu. Mulai saat itu, mereka senantiasa bersama dengan Yesus. ******* Dalam Pertemuan III ini kita kembali melihat kabar baik yang bersumber dari Yesus Kristus. Dia adalah Tuhan yang Mahakuasa, yang sanggup melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Di hadapan-Nya orang beriman menyadari identitas mereka, yaitu bahwa mereka hanyalah orang berdosa, tetapi Yesus mempercayakan suatu tugas kepada mereka. Kesadaran akan identitas ini akan mendatangkan kegembiraan kepada orang beriman dan menggerakkan mereka untuk melakukan tugas yang diberikan kepada mereka. 51


Yesus adalah Tuhan yang Mahakuasa Dalam Pertemuan I kita telah melihat bahwa Allah yang adalah Kasih menyatakan kasih-Nya dalam diri Yesus. Dalam Pertemuan II kita melihat bahwa Yesus adalah Raja yang berkuasa atas Kerajaan Surga. Dalam Pertemuan III ini kita melihat bahwa Yesus adalah Tuhan yang Mahakuasa, yang dapat melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya. Sudah sepanjang malam ia menebarkan jala tanpa menangkap seekor ikan pun. Ketika Yesus menyuruhnya kembali menebarkan jala pada siang hari, Petrus menangkap begitu banyak ikan. Melihat tangkapan ikan yang tidak masuk akal baginya sebagai seorang nelayan, Simon langsung menyadari bahwa Yesus bukanlah manusia biasa. Dia yang Mahakuasa inilah yang kita percaya sebagai Tuhan yang kita ikuti. Ia sanggup melakukan hal-hal yang mustahil menurut manusia.

Aku Orang Berdosa tetapi Dipercaya oleh-Nya Berhadapan dengan Yesus, Simon sujud dan meminta Yesus pergi karena dia orang berdosa. Kesadaran akan siapa dirinya di hadapan Tuhan membuat Petrus pun menyadari siapa dirinya: di hadapan-Nya, Petrus hanyalah seorang berdosa. Namun, Tuhan Yesus meminta Petrus untuk mengikuti-Nya dan Tuhan akan memberikan kepadanya tugas untuk menjala manusia. Secara konkret Petrus dipanggil untuk mengikuti Yesus ke mana pun Ia pergi, mendengarkan apa yang dikatakan-Nya, dan melihat apa yang dilakukan-Nya. Nantinya Petrus akan menjala manusia dengan memberitakan kasih Allah yang dinyatakan dalam diri Yesus supaya orang percaya kepada-Nya dan memperoleh keselamatan. Seperti Petrus ketika berhadapan dengan Yesus, kita pun menyadari bahwa kita hanyalah orang yang berdosa. Namun, Tuhan memilih kita dan memberikan tugas kepada kita untuk mewartakan kasih-Nya kepada sesama manusia.

Aku harus melaksanakan tugas yang diberikan-Nya kepadaku Kesadaran akan dirinya sendiri dan akan Tuhan yang memanggilnya, menggerakkan Petrus untuk melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Tuhan yang berkuasa atas diri Petrus telah memanggilnya untuk mengikuti Dia dan menjadi penjala manusia. Seluruh diri Petrus hanya tertuju kepada Tuhan sehingga meninggalkan segala sesuatu lalu mengikuti Yesus. Kita pun diajak untuk berlaku seperti Petrus: sebagai 52


orang berdosa yang dipercaya dan diberi tugas oleh Tuhan, kita pun dipanggil untuk memberitakan kasih Allah kepada sesama. Hal ini dapat dilakukan dengan kata dan dengan perbuatan. Dengan kata-kata kita memberitakan kasih Allah yang dinyatakan dalam diri Yesus dan dengan perbuatan kita memberikan teladan untuk hidup sebagai orang yang percaya kepada Yesus.

5.4. Persekutuan Orang Beriman (Kis. 2:37-47) Pada Hari Raya Pentakosta para rasul memberitakan karya penyelamatan Kristus di Yerusalem. Banyak orang percaya pada berita yang mereka sampaikan dan pada hari itu para rasul membaptis 3000 orang Yahudi yang percaya pada Kristus. Mereka membentuk Gereja Perdana di Yerusalem. Mereka masih tetap hidup sebagai orang Yahudi dan beribadah di Bait Allah, tetapi mereka juga mengadakan perkumpulan sendiri di rumah-rumah para anggota Jemaat. Kutipan yang dibacakan dalam pertemuan ini terdiri dari tiga bagian: pewartaan dan pembaptisan (ay. 37-40), persekutuan orang yang telah dibaptis (ay. 41-42), dan cara hidup mereka (ay. 43-47)

Orang-orang yang hadir terkesan pada karunia lahiriah Roh Kudus dan pada kotbah Petrus tentang perbuatan-perbuatan Allah melalui Yesus. Beberapa orang lalu menanyakan apa yang harus mereka lakukan setelah mendengarkan warta tentang Yesus Kristus itu. Petrus menjawab, “Bertobatlah, ubahlah cara pikir dan tingkah lakumu!� Mereka diajak untuk berbalik dari sikap dan perilaku mereka yang jahat, yang mencapai puncaknya ketika mereka membunuh Yesus (ay. 23, 36). Sikap dan perilaku mereka yang demikian itu telah menutup diri mereka dari karya keselamatan Allah. Namun, Ia memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertobat agar dapat diselamatkan. Jika dahulu mereka tidak percaya kepada Yesus dan telah membunuhNya, kini mereka diundang untuk percaya kepada Yesus yang telah dibangkitkan Allah itu. Jika percaya kepada-Nya, mereka akan diselamatkan. Untuk itu (caranya), mereka harus mengakui bahwa Yesus yang telah mereka bunuh itu adalah Tuhan dan Kristus. Pengakuan itu secara konkret diwujudkan dengan menerima baptisan dalam nama Yesus 53


Kristus. Berkat pengakuan dan pembaptisan itu mereka memperoleh suatu hubungan baru dengan Yesus yang telah dibangkitkan dan menempatkan diri mereka di bawah kuasa Yesus yang adalah Tuhan dan Kristus. Serentak dosa mereka, yang telah memisahkan mereka dari karya keselamatan Allah, diampuni. Selain mendatangkan pengampunan dosa, pembaptisan menurun-kan anugerah Roh Kudus. Roh Kudus diterima oleh orang yang mau mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Kristus. Roh Kudus yang mereka terima ini sama dengan Roh Kudus yang telah dicurahkan oleh Yesus atas para rasul pada hari Pentakosta. Pembaptisan itu ditawarkan baik kepada bangsa Yahudi maupun kepada bangsa non-Yahudi, tanpa kecuali. Kotbah Petrus, yang berisi ajakan untuk bertobat itu, membawa hasil: kira-kira 3000 orang dibaptis.

Ke-3000 orang yang dibaptis pada Hari Raya Pentakosta itu membentuk Jemaat Perdana di Yerusalem. Jemaat yang baru saja terbentuk itu terdiri dari orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi yang baru saja menjadi Kristiani ini tentu masih menaruh hormat yang besar pada Bait Allah di Yerusalem. Mereka masih berpegang pada kebiasaan berdoa dan menyembah Tuhan di Bait Allah. Mereka menyanyikan mazmur dan mendengarkan pembacaan Kitab Taurat dan Kitab Para Nabi. Di luar Bait Allah mereka bertekun dalam pengajaran para rasul. Yang dimaksudkan dengan pengajaran para rasul itu adalah pengajaran yang diberikan kepada orang-orang yang baru percaya pada Kristus atau dengan kata lain baru masuk Kristiani. Dalam pengajaran itu Kitab Suci ditafsirkan dengan disinari oleh peristiwa Yesus Kristus. Jadi yang dimaksudkan dengan pengajaran itu bukan pewartaan Injil kepada orang-orang yang belum percaya kepada Kristus (bdk. Kis. 15:35). Selain itu, mereka berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Ungkapan “memecahkan roti� ini mengingatkan orang pada perjamuan Yahudi di mana pemimpin mengucapkan berkat sebelum membagibagikan roti. Tetapi, dalam bahasa Kristiani ungkapan ini menunjuk pada Perjamuan Ekaristi (1Kor. 10:16; 11:24; Luk. 22: 19). Perjamuan kudus itu (ay. 46) tidak dirayakan dalam Bait Allah, tetapi dalam salah satu rumah anggota Jemaat. Acara “memecahkan roti� ini tidak terpisah 54


dari perjamuan yang sesungguhnya (bdk. 1Kor. 11:20-34). Doa yang dimaksudkan adalah doa atau sembahyang bersama yang dipimpin oleh para rasul (Kis. 6:4; contoh doa ini terdapat dalam Kis. 4:24-30). Kegiatan mereka di luar Bait Allah ini mau tidak mau menunjukkan bahwa Jemaat Kristiani itu sedikit demi sedikit terpisah dari orangorang Yahudi. Di dalam Bait Allah pun orang mendapat kesan bahwa mereka memisahkan diri dan mengatur pertemuan-pertemuan mereka sendiri. Persekutuan mereka diwujudkan secara lebih nyata dalam hal harta milik. Mereka menganggap bahwa “segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama.� Milik pribadi tidak hanya digunakan untuk kepentingan diri sendiri; anggota umat lain, bahkan seluruh umat boleh menggunakannya. Tetapi, cara hidup seperti ini tidak dapat disamakan dengan sistem komunis karena dalam Jemaat Kristiani Perdana itu harta milik disediakan untuk kepentingan sesama Jemaat secara sukarela dan dibagikan menurut kebutuhan masing-masing. Anggota Jemaat yang miskin dan para janda mendapatkan perhatian utama dalam hal ini. Dengan cara hidup yang demikian, para janda dan anggota Jemaat yang miskin dapat hidup tanpa kekurangan. Sikap serta tindakan Jemaat ini mengungkapkan dan meneguhkan kesehatian Jemaat (ay. 46; Kis. 4:32).

Para rasul mengadakan banyak tanda dan mukjizat. Bukan hanya karya Yesus yang ditandai oleh banyak mukjizat yang menyatakan bahwa Allah bekerja melalui Dia (Kis. 2:22 dan 11:38). Setelah wafat dan kebangkitan-Nya, tindakan itu dikerjakan terus oleh Allah, kini melalui tangan para rasul. Berulang kali dikatakan bahwa mereka mengadakan banyak tanda dan mukjizat baik di Yerusalem (Kis. 2:43; 5:12-16) maupun di tempat lain (Kis. 19:11; 28:9). Dengan tanda dan mukjizat itu Allah menguatkan pewartaan para rasul (Kis. 14:3; 4:30). Bahwa para rasul mengadakan tanda dan mukjizat itu membuat orang banyak menjadi takut. Rasa takut ini bukan kekhawatiran, tetapi takut dalam arti religius. Rasa takut yang dimaksudkan adalah takut karena hormat

55


akan sesuatu yang kudus, yang mereka lihat berkarya dalam tanda dan mukjizat itu.1 Cara hidup Jemaat yang saling mengasihi dalam satu persekutuan itu membuat mereka disukai semua orang. Cara hidup mereka yang seperti itu menarik perhatian banyak orang dan mereka menggabungkan diri dalam persekutuan itu. Jumlah mereka makin bertambah. Dari kenyataan ini mereka melihat bahwa “tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.� Nyata bahwa kehidupan Jemaat itu menjadi sarana pewartaan iman dan bentuk kesaksian mereka tentang Kristus. Mereka tidak hanya mewartakan dengan kata-kata tetapi dengan perbuatan dan seluruh hidup mereka. Keselamatan para anggota Jemaat Kristiani dalam penghakiman terakhir dijamin oleh Tuhan (Kis. 2:21 dst; bdk. 13:48 dan surat-surat Paulus).

******* Dalam pertemuan I-III kita telah melihat identitas orang beriman dalam kaitannya dengan Allah yang menyatakan diri dalam Yesus Kristus. Dalam Pertemuan IV ini kita melihat identitas kita sebagai anggota Gereja Katolik, persekutuan orang yang percaya kepada Yesus yang merupakan pernyataan kasih Allah.

Aku Adalah Anggota Gereja Katolik Para rasul memberitakan karya penyelamatan yang dilakukan oleh Yesus Kristus kepada orang-orang Yahudi di Yerusalem. Banyak orang yang percaya kepada pemberitaan mereka lalu dibaptis. Semua orang yang telah dibaptis membentuk persekutuan yang kemudian disebut Jemaat/Gereja. Gereja yang telah dimulai oleh para rasul itu berkembang dari zaman ke zaman. Kita yang percaya kepada Kristus dan telah dibaptis dalam nama Tritunggal masuk dalam persekutuan para murid Kristus dan menjadi anggota Gereja Katolik. Dengan demikian, dalam diri kita melekat identitas sebagai pengikut Kristus dan anggota Gereja Katolik.

1

Rasa takut mereka ini dapat dibandingkan dengan rasa takut yang dialami oleh Petrus, Yakobus, dan Yohanes ketika Yesus memanggil mereka (bdk. Luk. 5:4-10).

56


Bagaimana Hidup Sebagai Anggota Gereja? Dalam perikop ini kita dapat melihat bagaimana Gereja Perdana, yaitu Gereja yang dibangun oleh para rasul di Yerusalem, menampakkan cara hidup yang khas. Kita, para anggota Gereja perlu memahami cara hidup Gereja Perdana untuk belajar bagaimana hidup menurut identitas sebagai anggota Gereja. Apa saja yang dapat diteladan oleh Gereja di zaman sekarang? 1. Bertekun dalam pengajaran para rasul. Agar dapat hidup sesuai dengan kehendak Tuhan yang mereka imani, Jemaat selalu mendengarkan ajaran Tuhan Yesus yang disampaikan oleh para rasul. Ajaran Tuhan Yesus itu sekarang telah tertulis dalam Kitab Suci. Gereja di zaman sekarang tetap bertekun dalam ajaran Tuhan Yesus dengan membaca dan merenungkan Sabda Tuhan yang tertulis dalam Kitab Suci. Dalam Ekaristi, ibadah sabda, dan kegiatan lainnya, Kitab Suci dibacakan dan umat mendengarkannya. 2. Hidup dalam persekutuan. Orang-orang yang percaya kepada Kristus tidak sekedar berkumpul tanpa saling mengasihi. Sebaliknya, mereka menjadi sebuah keluarga di mana para anggotanya saling mengasihi. Para anggota Gereja di zaman sekarang pun tidak sekedar berkumpul di gereja tanpa saling mengenal dan memperhatikan. Para anggota Gereja telah disatukan oleh Kristus dan menjadi keluarga orang-orang yang percaya kepada-Nya. Seperti Kristus telah mengasihi semua orang, para anggota Gereja pun diundang untuk saling mengasihi. 3. Memecahkan roti dan berdoa. Para anggota Gereja Perdana memecahkan roti untuk mengenangkan karya penyelamatan yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Hal ini sekarang dilakukan dalam perayaan Ekaristi. Di dalam perayaan ini para anggota Gereja berkumpul bersama sebagai satu keluarga untuk mengenangkan karya penyelamatan yang dilakukan oleh Kristus. Di dalam perayaan ini mereka juga menyampaikan doa-doa kepada Allah untuk kehidupan mereka sendiri dan untuk keselamatan semua manusia. 4. Milik bersama. Para anggota Gereja Perdana tidak mementingkan diri sendiri, tetapi memperhatikan kebutuhan sesama. Mereka menyerahkan apa yang mereka miliki untuk membantu para anggota yang berkekurangan. Hal ini juga dilakukan dalam Gereja sekarang. Para anggota Gereja yang memiliki kemampuan lebih dari yang lain 57


diundang untuk membantu sesama yang berkekurangan. Para anggota Gereja secara bersama-sama juga membantu para anggota lain yang mengalami kesulitan di bidang pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. 5. Hidup dalam sukacita. Para anggota Gereja Perdana mengalami sukacita karena telah menerima kabar keselamatan Kristus. Mereka telah mengalami karya penyelamatan itu dan bersyukur atas semua yang telah dilakukan oleh Kristus bagi mereka. Para anggota Gereja pun mewartakan kabar sukacita itu kepada orang-orang di sekitar mereka. Orang beriman hanya mungkin orang mewartakan sukacita Kristus itu bila ia sendiri telah mengalaminya.

58


59


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook

Articles inside

Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.