Membahas Perilaku Bunuh Diri Melalui Sudut Pandang Ilmu Psikologi Bunuh diri menduduki peringkat ketiga sebagai penyebab kematian dan salah satu topik yang ramai diperbincangkan secara global. World Health Organization merilis data yang menunjukkan hampir 800.000 orang setiap tahunnya memutuskan mengakhiri hidupnya. Artinya setiap 40 detik ada seseorang yang meninggal karena bunuh diri. Negara Indonesia pun tak luput dari kasus ini. Berdasarkan rilis Kompas, setiap jamnya, bunuh diri menjadi pilihan terakhir untuk orang usia produktif (15-29 tahun). Jika disajikan dalam angka, kasus bunuh diri terjadi pada 3 dari 100.000 orang di Indonesia. Individu yang melakukan bunuh diri merasa dirinya sudah tidak memiliki harapan. Penyebab dari bunuh diri sangat beragam dan kompleks. Gangguan mental bukan satu-satunya penyebab dari bunuh diri, namun menjadi faktor mayor. Dalam sebuah studi di National Institute of Health, 90-95% kasus bunuh diri di latar belakangi oleh kondisi mental korban. Bipolar, gangguan pengendalian impuls (Impulse Control Disorder), pecandu alkohol, psikosis, dan gangguan kepribadian (Borderline Personality Disorder) adalah jenis gangguan mental yang paling banyak diidap korban. Disamping bunuh diri, dalam dunia psikologi, ada yang disebut suicidal behaviour (perilaku bunuh diri). O’cornor dan Nock mendeskripsikannya dengan pikiran-pikiran dan perilaku yang terkait dengan intensi individual untuk mengakhiri hidup mereka sendiri. Untuk memahami apa itu perilaku bunuh diri, banyak peneliti mengklasifikasikannya dalam tiga macam, yaitu:
• Ide bunuh diri atau pikiran-pikiran tentang menyakiti atau membunuh diri. • Rencana bunuh diri, merupakan formulasi dari metode tertentu dimana seseorang berniat untuk mati. • Percobaan bunuh diri, yaitu tindakan yang tidak fatal dengan menyakiti diri sendiri dengan maksud eksplisit untuk kematian. Self harm, atau sebuah obsesi untuk melukai diri sendiri, tidak termasuk dalam perilaku bunuh diri. Hal itu karena dalam self harm tidak ada niatan untuk bunuh diri. Namun, hal tersebut tidak menutup kemungkinan bagi seseorang yang melakukan self harm memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Contohnya seperti ketika ia berfikir self harm bukan lagi menjadi metode yang efektif baginya.
Stres, Depresi, dan Bunuh diri Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, stres adalah gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang yang disebabkan oleh faktor luar. Stres rawan dan lumrah hadir dalam diri kita, khususnya mahasiswa. Sebagai contoh ketika mahasiswa sedang dikejar deadline tugas, baik dari dosen maupun organisasi. Hal tersebut membuat mahasiswa tersebut menjadi kelabakan yang berujung stres. Terdapat dua macam stres, eustres dan distres. Menurut Dr. Ade, mengatakan eustress bersifat membangun sedangkan distres cenderung lebih ke arah negatif. Seperti cerita dikejar deadline tadi, stres
15