Di zaman Perjanjian Lama Umat Allah pernah menghadapi krisis besar yang menyangkut iman mereka akan YHWH dan identitas mereka sebagai Umat Pilihan. Krisis ini terjadi ketika kerajaan mereka dikalahkan oleh kerajaan lain dan negeri mereka dihancurkan. Iman mereka goyah dan identitas mereka nyaris musnah. Tetapi, nyatanya mereka dapat mempertahankan iman mereka dan dapat menjaga identitas mereka. Kita dapat belajar dari mereka bagaimana menghadapi krisis seperti yang pernah mereka alami.
2.1. Hancurnya Yerusalem Setelah Salomo meninggal, Kerajaan Israel terpecah menjadi dua. Sepuluh suku yang tinggal di wilayah utara memisahkan diri dari kerajaan keluarga Daud dan membentuk kerajaan sendiri, dengan nama Kerajaan Israel. Keturunan Daud hanya berkuasa di wilayah selatan dan kerajaannya diberi nama Kerajaan Yehuda karena mayoritas rakyatnya berasal dari suku Yehuda. Pada tahun 722 SM Kerajaan Israel dikalahkan oleh Kerajaan Asyur dan seluruh penduduknya diangkut ke pembuangan. Mereka tidak pernah kembali lagi ke negeri mereka sehingga yang tertinggal hanyalah Kerajaan Yehuda. Rakyat Yehudalah yang melanjutkan identitas sebagai Umat Israel, umat pilihan YHWH. Pada tahun 605 SM Nebukadnezar, raja Babel, mengalahkan Mesir sehingga menguasai wilayah Siria dan Palestina (2Raj. 24:1; Yer. 46:228). Karena itu, Yehuda yang sebelumnya takluk kepada Mesir, menaklukkan diri kepada Babel dan selama tiga tahun membayar upeti pada Babel. Selama tiga tahun ini Babel dan Mesir masih berada dalam situasi perang. Yoyakim memberontak terhadap Babel dengan mengharapkan bantuan dari Mesir, tetapi bantuan yang diharapkan itu tak kunjung datang. Pada bulan Desember 598 SM pasukan Babel menyerang dan mengepung Kota Yerusalem. Dalam pengepungan itu Yoyakim meninggal dan digantikan oleh Yoyakhin, anaknya. Yoyakhin (2Raj. 24:8-17) menyadari bahwa pasukan Yehuda tidak akan sanggup menghadapi serbuan Babel. Jika tetap bertahan di dalam Kota 9