Pengantar Keynote Speech Forum Festival 2021: “Twilight Zone”
Keadaan gelap g ulita seringka li disisipkan untuk menjadi transisi antaradegan baik pada sinema maupun pada teater. Da lam rana h keduanya, baik berupa blackout pada teater maupun berupa layar hitam pada sinema, ini dipa kai dengan tujuan untuk mengara hkan emosi penonton, atau mempersiapkan kepa la penonton untuk adegan setela hnya. Keadaan gelap tida k ser ta-mer ta mengeluarkan penonton dari ruang naratif dunia sinema di layar, tapi justru membawa penonton masuk ke ruang yang tida k nampa k isinya. Lantas, apa ka h kemudian ketida ktampa kan berar ti ba hwa sesuatu itu tida k ada? Pada ha l, da lam teater misa lnya, da lam gelap terjadi peminda han proper ti dan pergantian kostum oleh a ktor. Ketida ktampa kan bukan berar ti sesuatu tersebut tida k hadir, melainkan ia ada la h kehadiran a kan sesuatu yang tida k mencapai retina mata kita. A kan tetapi, kehadiran a kan sesuatu itu kemudian hanya dia kui pada premis ter tentu: pada kenyataan yang ada di pangg ung, atau pada kenyataan yang “seharusnya” berada di luar pangg ung. Lantas, tanpa membeda kan premis mana yang menga kui kehadiran a kan sesuatu itu, per tanyaannya sekarang: Ada apa di sana? Apa yang terjadi di kegelapan? Da lam pengantar tema festiva l pada A R KIPEL 2020 “Twilight Zone” dikata kan ba hwa zona temaram, suatu zona transisi terang dan gelap, ada la h “zona pembesaran yang memungkinkan indera kita membingkai dengan kepekaan”. Sehingga kemungkinan itu menghasilkan adanya citra-citra yang “...mengaburkan seka lig us memperjelas lihatan yang tela h ditentukan sebelumnya. Membuat kita perlu membongkar lagi, dengan berbeka l per tanyaan, yang mana ka h yang sesungg uhnya; yang ada di layar di hadapan mata atau yang ada di hadapan lensa? Ma ka, da lam zona temaram, hubungan antara mata, lensa, dan layar senantiasa ada la h hubungan yang memuslihatkan.”
182