Artikel
S
eiring berkembangnya teknologi dan digitalisasi, istilah disrupsi semakin populer akhir-akhir ini. Ya, disrupsi telah menimbulkan kegamangan luar biasa di kalangan masyarakat luas.
15
Disrupsi dan Masa Depan Jurnalisme
Jika dilihat dari definisinya, disrupsi seringkali dimaknai sebagai sebuah perubahan yang terjadi pada hal-hal yang mendasar. Atas dasar itu, seolah masyarakat dituntut untuk melakukan perubahan jika, tak ingin ‘mati’ dalam roda perputaran zaman.
Hingga akhirnya, sering ditemui berita hoaks yang menjalar dikalangan masyarakat. Informasi yang mengalir begitu cepat, namun keakuratan dan kebenaran belum tentu didapat.
Dampak dari era disrupsi pun kiranya menyasar pada sistem informasi dalam dunia Jurnalisme. Filterisasi yang seharusnya menjadi tempat pembendung justru, tak lagi mampu menahan derasnya laju arus informasi yang mengalir.
Berdasarkan data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (kominfo) selama kurun waktu dari pertengahan tahun 2018, jumlah konten hoaks meningkat. Pada bulan Agustus 2018 misalnya, hanya ada 25 kasus
Ilustrasi: Faiq Y
Laju disrupsi pun semakin kencang dari tahun ke tahun. Hal ini dibuktikan dengan data pertumbuhan ekonomi digital di Asia Tenggara, yang cukup signifikan. Menurut Google dan Temasek dalam laporan e-economy Asia Tenggara, nilai ekonomi digital ASEAN 2018 sudah mencapai US$72 miliar atau lebih dari Rp1.048 triliun. Bahkan, nilai ekonomi digital Asia Tenggara pada 2025 diprediksi mencapai US$240 miliar, lebih tinggi dari yang perkiraan semula US$200 miliar.
Edisi 23 |Februari 2020
berita hoaks. Lalu, meningkat tajam kala memasuki tahun politik yang mencapai 175 kasus di bulan Januari 2019. Lonjakan itu terus meningkat di bulan Februari yang mencapai 353 kasus. Dan akhirnya berada di angka 453 pada bulan Maret 2019. Sulit mencari kebenaran Membanjirnya informasi di lautan dunia maya, membuat tak sedikit orang kelabakan dan mempertanyakan ulang kebe-