“ “ su terkait lingkungan hidup menjadi diskursus yang tak pernah usai untuk diperbincangkan. Bak pisau bermata dua, kekayaan alam yang dimiliki oleh sebuah bangsa dapat melahirkan dualisme kontradiktif, antara peluang atau tantangan. Kekayaan alam yang dimiliki ketika tidak diimbangi dengan kebijakan yang komprehensif serta moralitas masyarakat yang arif akan menimbulkan fenomena “resource curse” (kutukan sumber daya), sebab daerah dengan sumber daya alam melimpah akan mengalami pertumbuhan yang rendah akibat disibukkan oleh konflik sosial,
52
ketamakan serta keserakahan belaka. Mereka akan “dimanjakan” oleh lingkungan hingga tak tahu bagaimana cara mensyukurinya. Indonesia sebagai negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), masih dihadapkan pada lemahnya Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, baik secara ekonomi, politik, maupun budaya. Berbagai krisis multidimensi menjadi fakta yang sulit terbantahkan. Ketimpangan begitu nyata, khususnya dalam hal penguasaan atas kekayaan alam dan sumbersumber agraria hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Saat ini yang terjadi adalah “Indonesia Darurat
Ekologis” dimana telah terjadi situasi kegentingan yang diakibatkan hilangnya keseimbangan ekologis. Kita tidak bisa menutup fakta bahwa cita-cita mulia demokrasi ekonomi, yang tertuang dalam Pasal 33 UUD NRI 1945, telah dibajak oleh kekuatan ekonomi politik kapitalis sehingga melahirkan sebuah oligarki yang menentukan nasib hidup rakyat. Acap kali keduanya saling berkelindan, politik transaksional melahirkan kebijakan yang berdampak buruk bagi lingkungan hidup dan rakyat. Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945 yang seharusnya menjadi prinsip dasar pengelolaan SDA, hanya