LIPSUS
“
e
Sekolah Inklusi: Minim Dukungan dan Kuantitas Tenaga Pengajar
Taraf pendidikan akan stagnan jika tidak disertai upaya meningkatkan kualitas tenaga pendidik, fasilitas yang memadai, dan regulasi yang mendukung. Seperti minimnya kesempatan bagi penyandang disabilitas untuk memperoleh hak dalam proses belajar, sebab kurangnya dukungan penuh dari pihak yang berwewenang.
P
endidikan adalah aspek penting dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu semua warga Indonesia memiliki hak mendapatkan pendidikan, tanpa terkecuali. Namun, fasilitas yang serba terbatas, membuat akses pendidikan belum merata dan ramah, terutama terhadap penyandang disabilitas. Selain itu konstruksi lingkungan pendidikan masih ada yang menganggap rendah penyandang disabilitas, sehingga berimbas pada perlakuan diskriminasi. Masyarakat menganggap penyandang disabilitas adalah orang yang memerlukan rasa belas kasih dan empati. Stigma tersebut masih terbawa oleh masyarakat hingga ranah pendidikan. Padahal, setiap warga negara memilik kesamaan hak. Hal ini diperjelas oleh Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Pasal 1 Ayat 2 berbunyi, “Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.”
Selain itu, Negara Indonesia juga telah meratifikasi Convention on The Rights of Persons with Disabillities, pada 2011 lalu. Ini tertuang dalam UU Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities atau Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas (ham.go.id).
DIMeNSI 44 |Juli 2020
dok.dim/rifqi
Dukungan nasional dan internasional telah diperoleh oleh negara, namun belum menyebutkan adanya perubahan yang signifikan dari regulasi tersebut. Data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS) 2017 menyebutkan bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Indonesia berjumlah 1,6 juta orang. Artinya, 1 juta lebih ABK belum memperoleh pendidikan layak sesuai hak yang dimilikinya. ABK yang sudah memperoleh pendidikan hanya 30%, dengan 18% di antaranya menerima pendidikan inklusif, baik dari Sekolah Luar Biasa (SLB), maupun sekolah pelaksana pendidikan inklusif (bisnis.com). Dinamika Pendidikan Inklusif Dilansir dari kompas.com, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim sedikit menyinggung tentang permasalahan pendidikan inklusif. “Menurut saya secara pribadi, hampir semua guru harus mengetahui prinsip-prinsip dasar pendidikan berkebutuhan khusus,” ungkapnya seusai Upacara Hari Guru Nasional 2019 di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (25/11/2019).
13