MAJALAH EDISI 44 LPM DIMeNSI IAIN TULUNGAGUNG (LAPIS KEMAS DISABILITAS)

Page 55

BUDAYA

e

Napak Tilas Jejak Leluhur Sentono

Abu Mansur merupakan penyebar Islam di wilayah Tulungagung, sekaligus sebagai pendiri Desa Tawangsari. Desa ini kental dengan tradisi yang bernapaskan Islam, salah satu agenda besarnya adalah Hadeging sebagai peringatan Hari Jadi Desa Tawangsari.

Tawangsari, Muhammad Abdillah. Ia merupakan Ketua Yayasan Pondok Pesantren Zumrotus Salamah, sekaligus keturunan ke-6 dari Abu Mansur. Abdillah pun menceritakan kronologis asal-usul Desa Tawangsari.

S

Gerbang Masjid tertua di Tulungagung/dok.dim/lukman

ejarah adalah bukti tanda adanya perjuangan yang dilakukan oleh orang-orang yang menginginkan suatu kemajuan, keberhasilan, atau kesejahteraan. Tak terkecuali sejarah Desa Tawangsari, yang berada di Kecamatan Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung ini menjadi saksi keluhuran Keluarga Sentono, keturunan Abu Mansur. Ialah Raden Qasim, seorang sufi keturunan dari Raja Kartasura, yakni Mangkurat Jawi ke-4 dari istrinya yang seorang sufi. Keturunan dari Mangkurat Jawi ke-4 ini termasuk Hamengkubuwono dan Pakubuwono. Dari silsilah inilah yang menyebabkan Desa Tawangsari berhubungan erat dengan Keraton Solo dan Keraton Yogyakarta. Raden Qasim dengan nama semasa kecilnya Raden Mas Tolo ini kemudian dikenal dengan Abu Mansur. Abu Mansur adalah gelar yang ia peroleh dari Turki, sebab kesenangannya untuk keluar dan mengambil jalur penyucian jiwa guna menyiarkan agama Islam. Abu Mansur kemudian bergelar Kiai Kanjeng Abu Mansur yang disematkan setelah ia berhaji. Abu Mansur menikah dengan Nyai Lidah Hitam, putri dari Bagus Harun Basyariah, seorang syekh di Madiun. Sejarah Desa Tawangsari Ada beberapa pandangan mengenai sejarah Tawangsari. Kru Dimёnsi berupaya menggali sejarah Tawangsari dengan mendatangi tokoh masyarakat Desa

DIMeNSI 44 |Juli 2020

Abdillah menjelaskan bahwa Desa Tawangsari masih mempunyai hubungan erat dengan Kerajaan Mataram. Sebagai keluarga kerajaan, Abu Mansur mendapatkan sebidang tanah di wilayah Jawa Timur yang sekarang disebut sebagai Desa Tawangsari. Di wilayah kekuasaan inilah, Abu Mansur mempunyai kewenangan untuk mengelola, mengatur kemudian menjadi pemimpin rakyat di Tawangsari. Daerah kekuasaan ini diberikan kepada Abu Mansur sekitar tahun 1750-an. “Diawali dengan Perang Suksesi ke-3. Di zamannya, Amangkurat IV dimusuhi oleh saudarasaudaranya seperti Pangeran Blitar, dsb. Ketika Mataram mengalami gejolak besar, Raja Kartasura dibunuh dan beberapa pusakanya itu dicuri orang-orang. Sehingga untuk menyelamatkan pusaka lainnya dititipkan di sini (Desa Tawangsari, red), total ada sebelas pusaka. Hal ini sudah jelas, kalau Raden Qasim adalah pewaris Mataram,” terang Abdillah. Di Tawangsari ini Abu Mansur mewarisi daerah kekuasaan bukan dari sisi tahta, melainkan mewarisi secara tradisi, budaya, keilmuan, ideologi, terlebih di agama. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Abdillah. “Tawangsari ini memang punya kekuasaan sendiri, punya otonom sendiri, tapi nuansa lebih kepada agama. Seperti tonggak awal munculnya peradaban di wilayah timur Mataram pada abad ke-17. Tawangsari itu ‘Tawang’ yang berarti langit, ‘Sari’ artinya inti. Berartikan memang daerah sini kental dengan sufi, sebab tasawuf itu sebagai ‘ilmu langit’. Semua ajaranajaran di sini (Tawangsari, red) itu baik yang berbasis

53


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.