peraturan yang ada di Indonesia. Di Indonesia, perbudakan seksual diartikan dalam dua kacamata, yakni sebagai eksploitasi dan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan. Dalam pengertian eksploitasi menurut UU PTPPO, pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan terhadap fisik, seksual, atau organ reproduksi seseorang merupakan bentuk-bentuk dari eksploitasi. Dari sana dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam peraturan
perundang-undangan
Indonesia,
tindak
pidana
perbudakan
seksual
merupakan bagian dari eksploitasi yang menjadi salah satu tujuan perdagangan orang.110 Di dalam penjelasan umum UU PTPPO juga disebutkan bahwa perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia. Maka dari itu, pelaku perbudakan seksual dapat dipidana berdasarkan Pasal 2 UU PTPPO yang berbunyi: (1)Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah). (2)Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Kemudian, perbudakan seksual dalam pengertiannya sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan setidaknya harus memenuhi tiga unsur: (1) dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas, (2) atau sistematik, (3) yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil.111 Jika didasarkan pada unsur-unsur tersebut, maka pasal ini tidak bisa menjerat perbudakan seksual yang dilakukan secara pribadi/individu. Hanya perbudakan seksual yang memakan banyak korban penduduk sipil dan dilakukan secara meluas serta sistematis saja yang dapat dipidana oleh ketentuan ini. Selain itu, dalam peraturan perundang-undangan Indonesia juga diatur mengenai tindak pidana perbudakan seksual yang menjadikan anak sebagai korbannya. Lebih 110
Indonesia, Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, UU No. 21 Tahun 2007, LN No. 58 Tahun 2007, TLN No. 4720, Ps. 1 angka 1 dan 7. 111 Indonesia, Undang-Undang Pengadilan Hak Asasi Manusia, UU No. 26 Tahun 2000, LN No. 208 Tahun 2000, Ps. 9.