Opi
ni
TH SUMARTANA DAN DEMOKRASI INDONESIA Judul di atas disingkat dari judul buku “Demokrasi Indonesia: Persimpangan Antara Pluralisme Agama dan Politik Negara”. Buku ini adalah tulisan Pdt. Victor Rembeth tentang pemikiran Th Sumartana perihal kebebasan beragama dan keyakinan, yang ditulis kembali dari tesis penulis pada Program Pascasarjana Ilmu Religi dan Budaya, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, pada sekitar 2007.
Orang Jawa yang mula-mula menjadi Kristen mendapat predikat pengikut agama Belanda atau orang Belanda tanggung. Seseorang yang menjadi Kristen, sekaligus mengambil budaya zending menjadi budaya lokalnya. Tesis Pdt. Victor dalam membaca Th Sumartana menunjukkan proses kolonialisme seperti ini berlanjut setelah nusantara merdeka.
Penulisan kembali tesis dalam bentuk buku kajian populer seperti ini sangat bermanfaat bagi masyarakat luas. Potret pertama yang dikehendaki oleh penulis buku ini, supaya masyarakat memahami dinamika Indonesia pada era kekuasaan Orde Baru sejak 1965-1990. Terutama bagaimana hampir semua sudut ruang publik termasuk agama diintervensi oleh negara. Jika ruang publik demikian sempit, dapat dipastikan demokrasi tidak tumbuh, apalagi partisipasi rakyat menjadi mati suri tentunya.
Usaha buku ini memotret bingkai dialog agama sebagai kekuatan hadirnya demokrasi negara pada masa Orde Baru, dapat dibaca bukan saja dari kacamata lampau, tetapi juga dari kacamata kini. Pada masa Orde Baru, agama “dipakai” oleh kekuasaan menekan gerakan sipil yang kritis terhadap penguasa.
Potret kedua adalah proses historis masuknya kekristenan oleh zending pada masa kolonialisme. Pada masa zending masih kental keterlibatan pemerintah kolonial dalam pengaturan kebijakan, baik yang mendorong atau mengekang tugastugas zending. Namun di sisi lain mereka tidak ingin perihal kristenisasi yang adalah tugas misiologis gereja menjadi terkait erat dengan kepentingan pemerintah kolonial Belanda di tanah jajahan.
Buku ini menghadirkan sebagian potret itu melalui teolog Protestan, lulusan Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta, yang demikian lantang bersuara ke dalam gerakan Kristen dan ke luar kepada negara dan masyarakat. Setidaknya saya menangkap tulisan Pdt. Victor dalam bukunya tentang basis pemikiran teologis Pak Tono (panggilan akrab Th Sumartana oleh kawan-kawannya seperti M. Sobari, Gus Dur dan lainnya), yang diulas penulis pada halaman 4375 akan menuntun pemahaman pembaca dalam membedah Pak Tono seperti yang dimaksud oleh Pdt. Victor. Opini 33