Liputan Khusus
Pemilu 2024
Warga Kristen Harus Ikut Jelang batas akhir penentuan calon presiden dan wakil presiden pada Oktober 2023 aktivitas politik amat terasa. Partai A menjagokan si A, Koalisi partai B, C, dan D menjagokan si B dan partai-partai kecil juga mulai bergeliat merapat ke partai besar. Semua wajah calon ditunjukkan di tengah masyarakat. Pemilu atau pemilihan umum serentak tinggal menghitung bulan saja. Pemilu itu harus dilaksanakan sebagai perwujudan dari tujuan nasional yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945. Segenap warga wajib mengutamakan pemilu, termasuk warga gereja. Kepada redaksi SB Pdt. Victor Rembeth memberi komentar soal ini bahwa sebagai warga negara dan juga warga gereja perlu ikut terlibat dalam pemilu. “Bukannya tidak peduli tapi memang kita sebagai warga negara dan warga gereja harus ikut ambil bagian. Pemilu adalah langkah penting bagi setiap warga gereja dan negara untuk menentukan perubahan. Perubahan itu tentu saja perubahan baik. Kita selalu berdoa baik saat ibadah di hari minggu untuk bangsa dan negara, praktiknya pada pemilulah kita terlibat mewujudkan doa yang kita panjatkan itu,” katanya. Dalam sebuah diskusi kebangsaan Para Syndicate akhir Agustus 2023 lalu di Jakarta, Ketua DPP PDIP, Eriko Sotarduga mengatakan, saat ini masyarakat Indonesia sudah rasional menentukan pilihannya. Hal itu disampaikannya ketika Presiden Joko Widodo memberikan pengarahan saat Rakernas tertutup PDIP bulan Juni lalu. Kata Eriko, data yang dimiliki menunjukan bahwa dari 2/3 angkanya sekitar 18-19 persen penduduk Indonesia mengikuti apa pun yang diinginkan Presiden Jokowi. Kemudian, ada 49-50 persen mereka melihat apa yang disampaikan Jokowi baik, tetapi mereka rasional untuk memilih. Artinya, orisinalitas, jati diri menjadi yang paling utama karena masyarakat sudah sangat cerdas.
Ia mengakui, endorsement Presiden Jokowi memang sangat penting karena ada 18-19 persen pemilih yang mengikuti keinginannya. Tetapi, itu tidak jadi optimal kalau 50 persen lebih pemilih rasional tidak mendukung. Saiful Mujani dari hasil riset Survey dan Perilaku Pemilih menjelaskan soal pemilih rasional. Seorang pemilih rasional adalah pemilih yang menghitung untung-rugi dari tindakannya (memilih partai atau calon). Sebuah tindakan dikatakan “menguntungkan” bila ongkos yang dikeluarkan untuk mendapatkan hasil dari tindakan tersebut lebih rendah dari hasil tindakan itu sendiri. Sebaliknya, sebuah tindakan disebut “rugi” bila ongkos untuk mendapatkan hasil itu lebih tinggi nilainya ketimbang hasil yang diperoleh. Dalam pemilu, hasil yang didapat merupakan barang publik, bukan pribadi. Ia dimiliki dan digunakan secara kolektif dalam masyarakat, bukan secara pribadi. Pemahaman sederhana pemilih, yaitu setiap warga negara yang berusia 17 tahun dan terdaftar sebagai pemilih dalam pemilu. Dalam hal ini pemilih dituntut untuk aktif memeriksa data setiap calon. Mengapa orang Kristen harus terlibat? Kata Pdt. Victor karena kita menjadi warga gereja dan warga negara yang bertanggung jawab. “Ketika Kristus menunjukan bayar pajak lewat sekeping uang, maka jawab Yesus dalam Matius 22: 21: Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah. Artinya sebagai warga negara kita juga punya kewajiban politik. Itu sebabnya warga gereja harus terlibat dalam pemilu.” Sementara itu menurut Pdt. Henrek Lokra Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), warga gereja memang harus terlibat dalam pemilu. “Ini bentuk partisipasi warga gereja secara bertanggung jawab. Kalau tidak memilih, maka kita ikut berdosa dengan kehancuran bangsa Liputan Khusus
5