LAPORAN KHUSUS
Stigma Sifat People Pleaser:
PERLUKAH DIUBAH? Oleh: Andayani Surani P. | Ilustrator: Adib Faiz | Desainer: Zakiyah
S
ebagai makhluk sosial, interaksi me rupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Saat berinteraksi tak jarang muncul suatu ma salah atau tantangan, seperti sulit untuk menolak sesuatu hingga merasa dimanfaatkan oleh orang lain. Hal tersebut biasa dikenal sebagai sifat people pleaser.
Dalam artikel berjudul “From ParentPleasing to People-Pleasing” yang dimuat dalam psychologytoday.com, Psikolog Leon F Seltzer menjelaskan bahwa people pleaser merupakan habit dari didikan yang ditanamkan oleh keluarga. Contoh konkritnya adalah tuntutan orang tua yang selalu
18
MAJALAH DIMENSI 65
menekankan anaknya untuk menjadi orang yang bisa diandalkan sejak kecil. Orang tua ter kadang memberikan stimulus berupa ucapan-ucapan, sehingga hal itu tertanam di otak sang anak untuk selalu membuat orang lain bahagia dan dapat diandalkan. Selain didikan orang tua, sifat people pleaser juga bisa berasal dari trauma yang terjadi di masa lalu. Mardliyatus Sa’diah, praktisi mental health, menggambarkan ketika sese orang trauma akan terjadi kilas balik pikiran di masa sekarang hingga menjadi pemicu trauma muncul di otak. Oleh karena itu, sikap menyenangkan orang muncul sebagai akibat dari ketakutan yang berkaitan d engan