Jangan Pulang Jangan Takut Takut Pulang
CERPEN
Oleh : Tita Tri Uma | Ilustrator : Safiatun Naja | Desainer : Zakiyah
orona, akan tetapi ia adalah se k orang Kepala Lembaga Pemasyara katan yang bertugas mengawasi para tahanan di balik jeruji besi. Kegiatan yang serba daring, justru tidak menyurutkan tindak kejahatan yang seharusnya kian surut karena harus tetap berada dirumah saja. Namun nyatanya, kasus yang terjadi justru jauh lebih beragam daripada sebelumnya, mengingat hal ini juga didorong akibat kon disi ekonomi yang mulai anjlok sejalan dengan banyaknya pemutusan hubungan kerja di beberapa sektor pekerjaan.
“J
angan lupa makan sarapannya ya, pa! Aku pesan Bu Pina masakin bekal buat papa, telurnya setengah mateng aja spesial kesukaanya papa”
“Iya sayang, kamu juga segera siap-siap mandi habis ini, papa tahu kalau sudah mau masuk jam kuliahmu sebentar lagi” “Papa tahu aja, iya ini aku bakalan mandi kok, soalnya jam 9 nanti baru mulai Zoom Meeting buat mata kuliah Pancasila-nya” “Apa sih yang papa tidak tahu dari anak kesayangan satu ini” “Anak papa kan memang cuma satu, eh papa sudah mau take off ya?” “Sebentar lagi akan naik pesawat, sesampainya di sana nanti papa v ideo call ya?” “Jangan lupa untuk pulang ya pa, Vita kangen papa!” “Iya nak papa juga, yasudah jumpa nanti” “Jumpa nanti…” Tut….tut…tut… Tak terasa ujung kataku lepas begitu saja bersamaan dengan tetes air mata yang sudah kesekian kalinya jatuh saat aku menelpon papa. Memang sengaja aku tahan sedari tadi agar tak terdengar bahwa berat terkadang untuk mengakhiri percakapan tanpa wujud nyata papa bersamaku. Bukan tanpa alasan, tetapi 10 bulan sudah kita hidup berdampingan dengan protokol kesehatan Covid-19 dan selama itu juga aku berkabar dengan papa hanya sekadar melalui percakapan video tanpa usapan halus membelai lembut di kepalaku. Papaku bukanlah seorang dokter ataupun tenaga kesehatan yang mana mereka berada di garda terdepan untuk menangani virus
54
MAJALAH DIMENSI 65
Kabar anjloknya ekonomi ini dimulai dari awal bulan Juni, yang mana saat itu aku sering sekali melihat pemberitaan di TV yang menyingkap perihal pendidikan, hingga pekerjaan sekalipun akan dibatasi ruangnya untuk sementara waktu demi me mutus penyebaran virus Covid-19. Padahal, jadwal di bulan itulah waktu nya papa mendapatkan cuti kerja dan dapat pulang berkumpul bersamaku di Semarang. Tepat bulan itu pun papa sudah berjanji akan mem bawakanku proyektor mini untuk kita dapat menikmati film bersama. Kebetulan sekali hobi kita berdua sama-sama menonton film horor di ruang tengah dengan ditemani teh melati tawar hangat oleh-oleh dari nenek di kampung halaman. Teh melati khas racikan nenek yang bahkan sampai sekarang masih tersisa banyak dua kotak penuh, padahal sudah lebih dari dua tahun berada di dalam rak dapur sejak nenek berkunjung dari Makassar terakhir kali. Sederhana memang hal yang sering kita lakukan bersama, bahkan ter bilang sangat jarang ketika papa pulang dan mengajak pergi ke luar