Rancak Budaya
ilustrasi oleh : Nur Aviatul Adaniyah
Jasad Kekasihku yang Mati di Bawah Kolong Jembatan
D
oleh Mochamad Ogi Sandria i bawah kolong jembatan, semua terasa gelap. Hanya ada aku dan kekasihku yang terkapar tak berdaya. Aku masih tidak bisa menerima kenyataan. Dia sama sekali tak bergerak. Aku tahu, dia sudah mati. Namun, tetap saja, aku tidak bisa meninggalkan dia sendirian di sini. *** Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana manusia keparat itu melukai kekasihku. Hanya ada dendam serta sumpah serapah yang menyesaki dadaku saat itu. Ketika itu, kekasihku hendak menyeberang jalan. Ia sudah sangat berhati-hati. Sayangnya, ia terserempet oleh pengendara motor yang ugalugalan. Suasana saat itu masih sangat sepi sehingga tak banyak orang yang tahu insiden tersebut. Kekasihku mengalami luka yang cukup serius. Dengan langkah
34 | Komunikasi Edisi 332
tertatih-tatih, ia berjalan menuju ke tempat yang sepi dan mengasingkan diri dari keramaian. Dia tahu bahwa ajalnya sudah dekat dan itupun dia lakukan juga demi aku. Aku yakin, dia tidak ingin membuatku bersedih jika aku kehilangan dia. Sepanjang hari itu, aku sangat khawatir karena aku tidak dapat menemukan kekasihku. Padahal, biasanya kita selalu berdua. Kita biasa bermain-main di taman. Juga menelusuri jalanan di kota bersamasama. Semua tempat sudah kucari. Namun, tak ada satupun petunjuk di mana kekasihku berada. Berbekal insting sekaligus indera penciumanku yang cukup tajam, aku pun mengikuti sisa-sisa bau kekasihku. Awalnya, aku heran karena semakin aku mengikuti bau itu, aku malah semakin jauh dari keramaian. Firasatku sangat buruk. Aku takut terjadi apa-apa.
Ternyata benar, aku akhirnya menemukan dia. Kondisi kekasihku sangat mengenaskan, seperti yang kuceritakan tadi. Dia berada dalam kondisi yang kritis. Luka bekas kecelakaan tadi mungkin sudah terinfeksi parah. Kekasihku tak banyak bicara. Dia hanya diam dan sedikit tersenyum kepadaku seolah berpesan bahwa semua akan baikbaik saja. Meski berat untuk diterima, aku harus tegar setelah mengetahui hidup kekasihku tidak lama lagi. Dia sudah berada di ambang pintu kematian. Pada detik-detik terakhir itulah, aku menenaminya dan memeluk tubuhnya dengan hangat agar dia tidak takut menghadapi dinginnya kematian. Hari itu adalah hari paling menyakitkan dalam hidupku. Aku kehilangan kekasih yang sangat aku cintai. ***